Rabu, 04 April 2012

GALAU MENGHADAPI UJIAN NASIONAL





By Tofik Rochadi
Kalian tahu istilah galau akhir-akhir ini sering muncul di kalangan anak muda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  galau artinya ramai sekali atau kacau tidak karuan. Akan tetapi penggunaan kata galau menjadi berkembang. Kali ini perasaan galau tidak hanya aku pahami artinya tetapi  akhirnya melanda juga mesti aku merasakannya. Ternyata galau tidak hanya mewabah pada kalangan remaja perasaan gundah,  bingung, resah, gelisah, panik, cemas,dan risau beraduk menjadi satu. Saat ini aku menjadi orang tua sekaligus menjadi wali siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional (UN).  Perasan semacam ini wajarnya  dialami siswa peserta ujian nasional, tetapi justru saya sebagai orang tua siswa yang merasakan. Mungkin saja dialami juga oleh orang lain, ketika anaknya menghadapi ujian atau tes orang tua ikut prihatin dan merasakan kegalauan akan perjuangan anaknya untuk berhasil.
Pernah menjadi polemik tahun lalu, apakah Ujian Nasional akan tetap diberlakukan atau dihapus.  Mereka yang  pro UN berkeyakinan bahwa UN adalah alat untuk mengukur kualitas siswa di suatu sekolah. Ukuran ini berlaku dengan standar kelualusan yang ditentukan. Bagaimana jika setiap penyelenggra pendidikan hanya membuat ukuran standar lokal tanpa ada standar secara nasional? Tentu ini jika dijadikan pedoman seleksi masuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi tidak ada alat ukur yag objektif.
Mereka yang kontra, mendukung UN dihapus karena ukuran kelulusan hanya ditentukan beberapa mata pelajaran. Sedangkan proses belajar mengajar selama tiga tahun hanya ditentukan tiga hari. Inilah menjadi sebuah ketidak adilan bahkan tidak manusiawi.  Siswa yang tergolong pandai  belum tentu lulus karena situasiional sesaat ketika mengikuti UN, mungkin saja karena kondisi fisik tidak mendukung  atau karena suatu hal sehingga bernasib buruk. Berapa banyak siswa setiap tahun menjadi korban kekecewaan dan depresi  tidak lulus karena hal yang sepele. Bahkan mereka menjadi stress dan putus asa.
Siswa yang siaga mempersiapkan  UN  sedini mungkin tidak akan merasa khawatir tidak lulus. Mereka yakin UN adalah hal yang biasa. Seorang siswa sudah semestinya  ada proses tes atau penilaian terhadap apa yang sudah dipelajarinya. Hal yang logis  seorang siswa  diuji pada  akhir tahun pelajaran. Kecuali seorang tukang becak  harus diuji mengikuti Ujian Nasional, hal ini yang  tidak logis.
Pengkondisian persiapan UN biasanya sekolah menyelenggarakan beberapa kali tryout untuk melatih dan mengukur penguasaan materi uji bagi siswa maupun guru.  Beberapa siswa saya ajak untuk simulasi ujian nasional. Mereka saya beri karet balon, sengaja saya pilih lima perempuan lima siswa laki-laki. Dalam hitungan yang sama mereka diajak untuk meniup balon sampai meletus. Berbagai ekspresi terjadi, ada yang meniup balon dengan pelan, ada juga yang gugup, ada juga yang meniup balon terengah-engah lalu berhenti. Kalau diamati mereka takut, ragu ada juga yang khawatir dengan letusan balon membuat sakit atau kaget. Ada juga yang meniup balo n dengan semangat dan akhirnya meletus. Berapa yang gagal meletuskan balon pada waktu yang ditentukan saya beri arahan cara meniup balon yang baik. Lalu mereka meniup balon terus, terus,  dan terus….akhirnya meletus juga. Makna dari simulasi ini pertama ujian nasional ibarat meniup balon, kelihatannya menakutkan, mengerikan akan tetapi jika dilakukan tidak akan terjadi apa-apa ekstrimnya tidak ada yang sampai berdara-darah.  Kedua bagi mereka yang gagal perlu diberi motivasi, atau support  orang lain bisa berarti dari guru atau orang tua, akhirnya berhasil. Ketiga ujian nasional perlu dilakuakan dengan tenang, sungguh-sungguh, dengan belajar sedikit demi sedikit namun pasti, tidak perlu khawatir yang berlebihan  akhirnya balon akan meletus artinya berhasil atau lulus.
Kegalauan mungkin terjadi pada setiap siswa yang akan mengikuti UN, hal ini bisa menjadi wajar meskipun guru mereka mengajarkan jika kamu sungguh-sungguh pasti akan bisa (manjadda wa jada). Pemicu kegalauan barangkali mereka berkeyakinan Ujian Nasional menentukan lulus atau tidak lulus seorang siswa dan jika nilai tidak mencapai standar minimal maka akan gagal, bahkan jika nilai tidak baik akan khawatir tidak bisa melanjutkan pada sekolah favorit. Kini menjadi pertanyaan saya mengapa aku yang galau, ya?