Oleh: Tofik Rochadi, S.Pd.MPd.
Setiap tahun ajaran baru pada
sekolah menengah pertama (SMP) maupun sekolah menengah atas (SMA atau SMK)
sudah menjadi ajang kegiatan rutin baik sekolah negeri maupun swasta untuk
memperkenalkan siswa pada sekolah
barunya, yang dikenal dengan istilah Masa Orientasi sekolah atau MOS.
Pada dasarnya, MOS memiliki sebuah
haluan dasar yang pada intinya mendidik
dan memperkenalkan dunia baru dalam sekolah baru. Pendidikan dan perkenalan ini
dilakukan dan merupakan program awal masuk sekolah, tetapi kebanyakan dilaksanakan oleh para siswa siswi lama yang masih
bersetatus pelajar di sekolahnya. OSIS sebagai pelaksana umum acara kegiatan
MOS sudah barang tentu mendapatkan ijin dan persetujuan dari pihak kesiswaan
maupun sekolah.
Kebijakan yang diterapkan pun
berbeda beda, baik dalam penetuan waktu dan durasi MOS, hingga penentuan kegiatan
yang berkaitan dengan MOS. Hanya saja, hampir setiap tahun acara kegiatan
orientasi siswa tersebut selalu mendapatkan berita miring dan kendala. Sudah
banyak sekali berita di media tentang pergeseran makna orientasi sebagai sarana
mendidik dan membimbing para siswa siswi baru menjadi pemerasan fisik hingga
pelemahan mental.
Acara berkedok pendidikan dan
pengenalan siswa baru ini acapkali menjadi ajang “balas dendam” siswa siswi
lama yang telah terlebih dahulu mendapatkan perilaku serupa selama menjalani
Masa Orientasi Siswa sebagai siswa siswi baru.
Tindakan “Semena-mena” seperti itu
sangat tidak pantas dilakukan oleh kaum terpelajar baik jenjang sekolah
menengah maupun perguruan tinggi. Cara membalas perbuatan yang sama kepada adik
adik baru mereka yang pada dasarnya tidak memiliki kesalahan yang berarti bukan
merupakan perilaku yang baik jika dilihat dari norma sosial maupun norma agama.
Bukankah lebih baik jika kita “membalas” tindakan yang pernah kita alami dalam
acara orientasi itu dengan sebuah perubahan dan kebaikan? Dengan tujuan
mengembalikan koridor awal dari tujuan semula acara MOS, yaitu sebagai acara
untuk memperkenalkan siswa siswi baru pada sekolah barunya.
Fenomena umum orientasi siswa baru
yang terjadi pada masa sekarang adalah berbentuk setumpuk tugas yang berat yang
diberikan para panitia MOS kepada siwa siswi baru. Sehingga diplesetkan Membuat
Orangtua Sibuk (MOS). Seperti pengharusan penambahan barang bawaan yang sesuai
dengan ketentuan setiap harinya. Hal ini pada dasarnya tidak memiliki peran
penting dalam bidang pendidikan yang akan mereka terapkan nanti di sekolah. Pemberlakuan
pemakaian atribut yang menyusahkan siwa siswi baru. Mulai dari penggunaan
kuncir rambut yang berlebihan bagi siswi putri hingga tugas berat lainnya yang
jika dilihat menggunakan akal sehat tidaklah memiliki fungsi yang berarti dan bahkan
tampak tidak senonoh. Itupun belum termasuk hukuman yang berupa kekerasan
mental dan bentakan yang melemahkan mental mereka kepada siswa siswi baru yang
melanggar dan tidak mematuhi peraturan yang diberikan oleh para kakak kelas
mereka. Terkesanlah orientasi siswa baru ini hanya kekerasan dan penyiksaan
terselubung.
Perlakuan yang tidak adil terhadap
para siswa siswi baru ini sudah
selayaknya ditinggalkan apalagi sebagai generasi yang berpendidikan .Jika dalam
kasus ini para panitia pelaksana MOS ini ingin merasa dihargai,dihormati, dan
dikenal oleh para adik kelas mereka, bukankah lebih baik mereka berperilaku
yang baik, memberikan contoh contoh yang baik, mengadakan acara yang baik, yang
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang sesuai dengan
norma yang ada, untuk diberikan kepada para siswa siswi baru disekolah tersebut.
Acara MOS seharusnya berpedoman pada
aturan Buku Kalender Akademik Bab III Awal Kegiatan Pelajaran. MOS adalah ajang sambutan selamat datang yang
ramah bagi siswa siswi baru, berisikan pembekalan materi yang berfungsi sebagai
pembentukan kepribadian mereka kearah yang lebih baik. Sebagai contoh pemberian
ceramah Rohani atau ceramah Motivasi, layaknya seminar seminar dikalangan kaum
terpelajar.
Kemudian memperkenalkan segala
sesuatu yang ada di sekolah tersebut secara lebih detail kepada adik adik baru
mereka. Memperkenalkan lingkungan sekolah, kebijakan kebijakan sekolah, dan peraturan
peraturan sekolah dengan tujuan agar para siswa siswi baru dapat lebih mengerti
dan mengenal jauh lebih dalam tentang sekolahnya. Untuk jangka waktu selama
mereka bersekolah di sekolah tersebut.
Pengebangan bakat dan minat mereka
juga sebaiknya diberi apresiasi lebih pada masa Orientasi. Seperti lomba mata
pelajaran atau lomba kreativitas antar sesama peserta MOS untuk meningkatkan
tingkat kemampuan mereka, baik pada level Akademik maupun level Non Akademik.
Marilah kita lebih bisa
memperlakukan para siswa siswi baru secara adil, secara lebih layak selaku
sesama warga sekolah. Sudah saatnya kita lebih menjunjung Hak Asasi Mereka.
Meninggalkan bentuk kekerasan baik mental maupun fisik.
Pihak Kepala sekolah dan guru cukup
strategis untuk mengkodisikan dan menyusun program MOS yang baik sehat dan
edukatif. Sekolah tersebut adalah sekolah yang melarang total kekerasan atau
pemojokan dan perendahan mental bagi seluruh warga sekolah.
Marilah sebaiknya dengan besar hati
kita membentuk sekolah berkarakter
dimulai dari kegiatan MOS. Kegiatan awal sekolah untuk membangun citra yang
baik bagi sekolah bukan hanya memiliki catatan bagus dalam bidang edukasi,
tetapi juga bisa dibentuk dengan cara pembentukkan akhlak dan perilaku para
siswa siswi dan penghuni sekolah tersebut. Sehingga kesan cerdas tidak berdiri
sendirian dalam perannya memberikan kontribusi bagi sekolah, tetapi dapat
disandingkan dengan perilaku yang lebih bermartabat dan bermoral dikalangan
para siswa. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk merealisasikan hal ini
adalah dengan pelarangan kekerasan bagi
seluruh warga sekolah, baik berupa mental maupun fisik. Kegiatan kegiatan yang
sebaiknya mengarah pada arah edukatif dan lebih normatif sebagai implementasi
sifat cerdas dan memiliki moral yangberkarakter , bermartabat tinggi.
Kita wajib berbenah dalam hal ini.Mengubah
dan membenahi penyelewengan yang terjadi pada masa Orientasi kepada tujuan dan
gagasan awal terbentuknya kegiatan ini. Memperlakukan para siswa siswi baru
secara lebih persuasif dan normatif, selayaknya warga sekolah yang lain dengan
tanpa mendiskriminasikan mereka. Kita berharap ada sebuah perubahan total dalam
masalah yang sering dipergunjingkan ini. Berharap adanya kesadaran yang dapat
membuka mata hati pengelola sekolah. Mengharapkan sebuah perlakuan yang lebih
adil antar sesama manusia. Mencoba memberikan sudut pandang yang baru tentang
perlakuan MOS yang lebih bisa diterima dan dihargai. Jika ada tekad pasti bisa!
***
Penulis adalah pemerhati pendidikan Kasi Pendidikan
SMP Dinas Dikpora Kab. Tegal