Senin, 30 Maret 2015

Menakar Keuntungan dan Kekurangan Program Sekolah Lima Hari



Oleh: Tofik Rochadi, S.Pd. M.Pd.
POLEMIK lima hari sekolah saat ini sedang marak kembali. Terlebih sejak Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mewacanakan jam sekolah hanya dilaksanakan 5 hari dalam seminggu. Ia melontarkan gagasan itu lantaran libur akhir pekan diyakini dapat lebih mengintensifkan komunikasi para siswa itu dengan keluarga mereka di rumah. (Suara Merdeka, 15/3).  Dengan alasan sempitnya waktu pertemuan antara anak dengan orang tuanya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menginginkan seluruh sekolah di Jawa Tengah menerapkan waktu belajar selama lima hari sekolah dalam sepekan. "Saya 'kepengin' sekolah menerapkan lima hari sekolah, karena kualitas pertemuan mereka dengan orang tua itu kecil.Setiap orang tua harus memperhatikan kualitas pertemuan dengan anak-anaknya di luar jam sekolah sehingga komunikasi antarkeluarga dapat berjalan baik.(KR Jogja.com,16/3)
Sebagai bahan kajian lain bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh, pernah menegaskan pihaknya tidak pernah menetapkan hari masuk sekolah siswa dalam Kurikulum 2013. Melainkan jam pelajaran per minggu. "Apakah sekolah itu 5 atau 6 hari, kami tidak menetapkan itu. Saya sampaikan Kemendikbud tidak pernah buat kebijakan harus 6 hari," tegas Nuh usai Upacara HUT Kemerdekaan ke-69 RI di halaman kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Minggu (17/8/2014). Liputan6.com, Jakarta.
DPD mendukung pelaksanaan lima hari sekolah. "Waktu sekolah lima hari akan membantu siswa, guru, dan manajemen sekolah meningkatkan efektivitas kegiatan belajar dan mengajar. Waktu sekolah 5 hari penting diterapkan agar dapat memberikan waktu luang satu hari bagi siswa didik untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mandiri. Waktu istirahat juga mempunyai arti penting bagi anak didik, baik dalam rangka memperoleh kembali semangat belajar, mempererat ikatan antar anggota keluarga, melaksanakan fungsi sosial maupun mengembangkan diri di luar sekolah (Sorot.news, 13 /3/2014)
Kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah mendukung penuh wacana penerapan waktu belajar selama lima hari sekolah dalam sepekan, namun dengan beberapa catatan. “Wacana lima hari sekolah itu harus melalui kajian mendalam karena melibatkan berbagai pihak guna mengetahui kekurangan dan kelebihan,” kata Ketua DPRD Jateng Rukma Setiabudi di Semarang seperti dikutip Antara, Senin (16/3/2015). Menurut dia, kegiatan belajar mengajar para siswa di sekolah dapat dipadatkan mulai pagi hingga sore hari terkait dengan penerapan program lima hari sekolah. “Prosesnya akan sama dengan penerapan jam kerja PNS yang dulu kerjanya enam hari, sekarang jadi lima hari karena ada pemadatan kegiatan belajar mengajar,” ujarnya. (Kanalsemarang.com, Semarang). Jika penerapan program lima hari sekolah itu bisa memberikan manfaat pada bidang pendidikan di Jateng, kata dia, maka harus dilaksanakan dengan sistematis agar hasilnya dapat optimal.
Terkait dengan hal itu, Dinas Pendidikan Jateng menyatakan akan segera mengkajinya bersama para pelaku pendidikan dan pemangku kebijakan. Setelah dilakukan berbagai kesempatan diskusi ternyata hasilnya sangat beragam. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan pemberlakuan lima hari sekolah. Kajian inilah yang mestinya menjadi pertimbangan:
Analisis Kebijakan Normatif-Regulatif
Menakar perlukah penetapan program lima hari sekolah hendaknya mempertimbangkan beban belajar  sesuai Permendiknas No 22, 23 dan 24 tahun 2006. Nomor 22/2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Kurikulum 2006, beban belajar  34 jam per minggu (Wajib 30 + 4 Mulok). Senin s.d Kamis (07.00 – 12.20) Jumat (07.00 – 10.45), Sabtu (07.00 -  11.10). Catatan Kelas I-III :26 s.d 28 Jam. Kelas IV-VI = 32 jam. Istirahat 15 menit. Per jam 35 menit / 8 Mapel + Mulok (Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI). Kurikulum 2013: 36 jam perminggu (Wajib 34 + 2 Mulok) Senin – Kamis(07.00 – 12.20) Jumat   (07.00 – 09.35)            Sabtu   (07.00 -  10.40). catatan: Per SD/MI = 35 menit  / Tematik.  Istirahat 15 menit.  Kelas I dan II = 30 dan 32 jam, Kelas III = 34 jam, Kelas IV-VI   = 36 .
Beban belajar Sekolah Menengah Pertama / MTs, sesuai Permendiknas 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Kurikulum 2006:  36 jam per minggu (Wajib 32 + 4 Mulok), Senin s.d Kamis (07.00 – 12.20) Jumat (07.00 – 10.45), Sabtu (07.00 -10.00). Catatan: Perjam 40 menit, Istirahat 2 kali 15 menit, jumlah Mapel 12. Kurikulum 2013: 40 jam perminggu (Wajib 38 + 2 Mulok) Senin – Kamis (07.00 – 12.20), Jumat (07.00 – 09.35),  Sabtu (07.00 -  12.30). Catatan: Perjam 40 menit Istirahat 2 kali 15 menit. Jumlah Mapel  11.                        

Beban belajar  SMA/MA/SMK sesuai Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Kurikulum 2006 Senin s.d Kamis (07.00 – 14.30) Jumat (07.00 – 11.30), Sabtu (07.00 -  13.30)           Catatan: SMA 42 jam per minggu, SMK  48 jam perminggu Perjam 45 menit,  Istirahat 2 kali 15 menit. Mapel SMA=18, Mapel SMK=13 + Produktif .Kurikulum 2013. SMA : 46 jam perminggu, SMK :  52 jam per minggu.     Senin – Kamis (07.00 – 14.30) Jumat (07.00 – 11.30) Sabtu (07.00 -  13.30) Catatan:  Perjam 45 menit, Istirahat 2 kali 15 menit , Mapel SMA   = 15, Mapel SMK   =  13 + Produktif  .
Sedangkan Sekolah dengan ciri khusus memiliki beban tambahan pelajaran sesuai karakteristiknya sehingga siswa dapat pulang lebih sore (pk. 16.00).
Analisis Kebijakan Rasional-Akademik 
Pencapaian ranah kognitif, psikomotorik dan afektif secara seimbang memerlukan waktu yang cukup agar potensi kecerdasan siswa berkembang (intelektual, emosional, spiritual, sosial, kinestetik, musik, hubungan antar personal dan interpersonal) membentuk pribadi yang utuh.
 Pengembangan diri dan pembinaan karakter dilaksanakan melalui kurikuler, ekstrakurikuler dan ko-kurikuler yang memerlukan waktu belajar.

Analisis Kebijakan Sosio-Psikologis-Edukatif
Belajar harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Tingkat kejenuhan dan kebosanan siswa, Tingkat kebugaran, konsentrasi dan ketahanan fisik/mental. Tingkat usia dan perkembangan kemampuan belajar, Kompetensi pendidik dalam pembelajaran - SD (Guru Kelas), SMK (Praktik), Pengawasan pemanfaatan hari libur Sabtu untuk kegiatan positif, Pendidikan agama / mengaji di TPQ dan Madrasah Diniyah bagi masyarakat dan Tambahan uang saku siswa untuk makan siang  dsb.
Analisis Kebijakan Administratif
Beberapa hal administratif yang harus dipertimbangkan adalah: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pengelolaan SD dan SMP berada di kabupaten/kota. Kewenangan provinsi pada SMA, SMK dan Pendidikan Khusus.  MI, MTs, MA kewenangan Kementerian Agama.
Analisis Pandangan Publik
Inovasi pendidikan berkembang  dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan waktu sekolah.  Model sekolah lima hari telah dipraktekan di BPK Penabur Jakarta, dari “ Inovasi Divusi” diperoleh kesimpulan bahwa: Perubahan dari program sekolah enam hari dalam seminggu menjadi Model Program Sekolah Lima hari (PS5H) :1. Beban belajar di sekolah akan bertambah bagi siswa dan akan menimbulkan penafsiran sosial yang berbeda-beda dalam hal ini perlu adanya komunikasi sosial agar memperoleh kesepakatan yang efektif, 2. Kegiatan belajar di luar jam sekolah semakin berkurang untuk siswa sehingga lebih terfokus dalam peningkatan belajar, 3. Kegiatan ekstrakurikuler perlu penataan ulang jadwal, 4. Jam belajar siswa di sekolah dapat ditambahkan atau tetap sesuai dengan target menuju penguasaan pelajaran, 5. Pemanfaatan hari Sabtu menjadi bahan diskusi para guru dan staff, 5. Fasilitas penunjang kegiatan belajar ekstra perlu disiapkan, 6. Fasilitas belajar mengajar dan laboratorium harus digunakan jadwal yang seefisien mungkin dan terkoordinir , 7. Kurikulum dan metode pengajaran yang diaplikasikan merupakan strategi untuk mencapai hasil yang maksimal, 7. Manajemen (Penataan manajemen sekolah perlu dilakukan selaras dengan penerapan PS5H, khususnya yang berkaitan dengan pengaturan jadwal kegiatansekolah.
Sejauh mana siswa, orang tua dan guru membutuhkan/menginginkan program sekolah 5 hari ? Alasan yang dikemukakan untuk hal ini adalah: 1. supaya Sabtu dapat belajar di rumah, 2. supaya Sabtu dapat beristirahat, 3. supaya Sabtu dapat berekreasi, 4. hari Sabtu banyak tawuran pelajar, 5. hari Sabtu untuk mengevaluasi pelajaran, 6. supaya punya lebih banyak waktu bersama keluarga, 7. supaya bisa melakukan kegiatan lain, 8. tercapainya keseimbangan intelektual, emosi, dan rohani, 9. hari Sabtu untuk les tambahan, 10. supaya hari Sabtu orang tua bisa bangun lebih siang.
Sebagian responden yang tidak setuju sekolah dari Senin sampai Jumat berpendapat: 1. siswa terlalu diforsir belajar, 2. kalau libur tidak belajar, 3. mata pelajaran sudah cukup padat, 4. orang tua sibuk pada hari Sabtu sehingga siswa tidak terkontrol, 5. belajar siang hari tidak efektif, 6. tidak menghendaki siswa pulang terlalu sore/siang.
Perkembangan berikutnya dari hasil Dialog Umum di Bakorwil III Purwokerto (26/3), tidak kurang 50 orang tua, praktisi pendidikan dan pejabat Dinas Pendidikan hampir semua sepakat menolak Program Sekolah Lima Hari (PS5H). Saya sependapat dengan alasan mereka. Apalagi selama ini sebagian besar guru setiap hari pulangnya hingga sore, yakni pukul 16.00, bagi kalangan guru mungkin tidak begitu menjadi masalah, yang dipikirkan adalah dampak bagi siswanya. Artinya 6 hari sekolah saja sudah butuh waktu sampai sore apalagi dipadatkan 5 hari sekolah.
Bila diberlakukan lima hari sekolah, bagaimana dengan kelanjutan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Lalu kapan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikulernya? Bisa jadi hari Sabtu terpaksa untuk kegiatan ektrakurikuler. Masalah akan timbul siapkah sekolah menyelenggarakan semua kegiatan ekstrakurikuler dalam sehari? Kesediaan pembina, keterbatasan sarana, pembagian waktu apalagi jika siswanya lebih dari 900 siswa, tentu tidak akan efektif. Artinya lima hari sekolah kenyataanya hari keenamnya tidak merupakan hari libur justru terforsir. Sedangkan jika ektrakurikuler ditebar pada setiap hari akan menghilangkan kejenuhan, merupakan variasi—pagi hari belajar di kelas, sore kegiatan di luar kelas sehingga ada kegembiraan tersendiri.
Kita yakin bahwa belum tentu jika hari Sabtu libur agar orang tua, terutama yang berstatus PNS memiliki waktu cukup di rumah untuk bisa berdialog dan memberikan perhatian kepada anaknya. Apalagi di sebagian besar sekolah, jumlah orang tua siswa yang berstatus sebagai PNS kecil. Justru sebagian besar mereka bekerja sebagai buruh, pegawai swasta, dan petani. Jadi kalau siswa liburnya Sabtu dan Minggu, saya  kira tidak terlalu memberi efak manfaat.
Wali kota Pekalongan cukup beralasan jika menyatakan bahwa penerapan kebijakan lima hari sekolah di wilayahnya akan mengalami kesulitan. Karena memang saya yakin bahwa daerah tertentu yang memiliki kearifan lokal dengan ciri khas tersendiri seperti sekolah berbasis agama yang liburnya hari Jumat akan sulit menyesuaikan. Belum lagi kebanyakan daerah di wilayah Jawa Tengah sebagian siswa mengikuti kegiatan Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) atau Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) yang berlangsung pada sore hari. Jadi bila sekolah diberlakukan lima hari, hal tersebut akan berdampak terhadap kegiatan TPQ dan MDA. Masalahnya  kapan mereka akan mengikuti kegiatan TPQ dan MDA.
Bagaimanapun wacana Program Sekolah Lima Hari (PS5H)  merupakan bentuk kepedulian terhadap pendidikan semata untuk mencari solusi peningkatan kualitas pendidikan yang efektif dan efisien. Menakar seberapa untung dan ruginya kebijakan tersebut tentu harus tetap mempertimbangkan berbagai faktor, untuk itu perlu dikaji lebih mendalam, jangan sampai anak menjadi korban percobaan.
Penulis adalah Tim Pengembang Kurikulum  Kab. Tegal