DILEMA KURIKULUM 2013
Oleh: Tofik Rochadi,S.Pd.MPd.
Babak baru proses pendidikan segera dimulai. Tidak
kita sadari ternyata awal tahun pelajaran 2013/2014 telah tiba, sementara di
depan mata agaknya akan menghadapi berbagai macam persoalan.
Persoalan itu memang tidak akan pernah selesai, karena substansi yang
ditransformasikan selama proses pendidikan dan pembelajaran selalu berada di
bawah tekanan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemajuan masyarakat.
Salah satu persoalan pendidikan kita yang masih menonjol saat ini adalah adanya
kurikulum yang silih berganti dan terlalu membebani anak tanpa ada arah
pengembangan yang betul-betul diimplementasikan sesuai dengan perubahan yang
diinginkan pada kurikulum tersebut.
Ada istilah Beda
Kulit Beda Anggit—setiap ganti menteri ganti kurikulum. Bongkar pasang kurikulum pendidikan di Indonesia sepertinya sudah
menjadi tradisi. Mulai dari Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum 2006, Kurikulum 2008, KTSP, hingga Kurikulum
2013 yang akan diterapkan. Namun, masyarakat pendidikan perlu dipersiapkan
untuk mengembangkannya.
Fakta
hasil menyikapi tugas pendidikan di
tingkat SMP menjadi jelas terlihat bahwa
kesiapan teman-teman guru dan kepala sekolah
di daerah untuk menerima rencana pergantian kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) yang menjadi kurikulum 2013, belum siap. Pasalnya, masih
banyak guru yang kurang memadai integritasnya dalam implementasi kurikulum
2013. Ditinjau dari sisi ilmiah maupun alamiah, kurikulum ini harus
disempurnakan dulu baru diimplementasikan. Bulan Juli 2013 yang semestinya
kurikulum 2013 sudah dilaksanakan kenyataannya baru terbatas pada sekolah
tertentu. Jadi kalaupun dipaksakan kurikulum ini baru akan siap di 2014, dan
bukan di 2013. Kurikulum itu memang penting, tapi kesiapan guru jauh lebih
penting. Pemerintah berkewajiban melatih guru secara merata lebih dulu.
Latar
Belakang Munculnya Kurikulum 2013
Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Muhammad Nuh dalam berbagai kesempatan menegaskan perubahan
dan pengembangan kurikulum 2013 merupakan persoalan yang penting dan genting.
Alasan perubahan kurikulum, kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan
tuntutan zaman. Karena zaman berubah, maka kurikulum harus lebih berbasis pada
penguatan penalaran, bukan lagi hafalan semata. Perubahan ini diputuskan
dengan merujuk hasil survei internasional tentang kemampuan siswa Indonesia.
Salah satunya adalah survei
"Trends in International
Math and Science" oleh Global Institute pada tahun 2007. Menurut
survei ini, hanya 5 % siswa Indonesia yang mampu mengerjakan soal berkategori
tinggi yang memerlukan penalaran. Sebagai perbandingan, siswa Korea yang
sanggup mengerjakannya mencapai 71 %. Sebaliknya, 78 % siswa Indonesia
dapat mengerjakan soal berkategori rendah yang hanya memerlukan hafalan.
Sementara itu, siswa Korea yang bisa mengerjakan soal semacam itu hanya 10 %.
Indikator lain datang dari Programme
for International Student Assessment (PISA) yang di tahun 2009 menempatkan
Indonesia di peringkat 10 besar paling buncit dari 65 negara peserta
PISA. Kriteria penilaian mencakup kemampuan kognitif dan keahlian siswa
membaca, matematika, dan sains. Dan hampir semua siswa Indonesia ternyata cuma
menguasai pelajaran sampai level 3 saja. Sementara banyak siswa negara maju
maupun berkembang lainnya, menguasai pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6.
Kesimpulan dari dua survei itu adalah: prestasi siswa Indonesia terkebelakang. Inilah
barangkali kurikulum perlu diubah sesuai kebutuhan. Perubahan kurikulum tersebut
meliputi empat elemen yaitu : pertama; standar kompetensi kelulusan,
kedua standar isi, ketiga, standar proses dan keempat, standar
penilaian. Kurikulum mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi
tantangan-tantangan di masa depan melalui pengetahuan, keterampilan, sikap dan
keahlian untuk beradaptasi serta bisa bertahan hidup dalam lingkungan
yang senantiasa berubah. Namun disayangkan agaknya perubahan kurikulum
terburu-buru, proses uji publik yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya
dapat menjawab kegalauan para guru. Namun sayang, uji publik yang digelar itu,
hanya mampu dipahami oleh pemerintah sendiri, dan belum dipahami sepenuhnya
oleh para guru di sekolah.
Dilema Kurikulum 2013
Fakta lain, pendidikan hari ini adalah cara belajar siswa semakin
merosot tajam, kreativitas siswa terbelenggu, dan sebagian besar siswa tidak
cinta belajar. Seharusnya keberadaan kurikulum mampu mengajak siswa lebih
bersemangat dalam belajar. Namun, fakta yang didapat justru sebaliknya. Oleh
karena itu dunia pendidikan di Indonesia membutuhkan kurikulum yang mampu
menjadikan “belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan”, khususnya mengubah
peran guru yang memegang peran sangat vital dalam kegiatan belajar mengajar.
(Dwi Nugroho: 2013)
Ada beberapa alasan seperti yang dikemukakan oleh Mendikbud mengapa
kurikulum harus diubah, antara lain: 1. Tantangan masa depan
seperti: (1) Globalisasi, (2) Masalah lingkungan hidup, (3) Kemajuan teknologi
informasi, (4) Konvergensi ilmu dan teknologi,
(5) Ekonomi berbasis pengetahuan, (6) Kebangkitan industri kreatif dan
budaya, (7) Pergeseran kekuatan ekonomi dunia, (8) Pengaruh dan imbas
teknosains, dan (9) Mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan. 2. Kompetensi
masa depan antara lain: (1) Kemampuan berkomunikasi, (2) Kemampuan berpikir
jernih dan kritis, (3) Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, (4) Kemampuan
menjadi warga negara yang efektif (5) Kemampuan mencoba untuk mengerti dan
toleran terhadap pandangan yang berbeda, (6) Kemampuan hidup dalam masyarakat
yang mengglobal (7) Memiliki minat luas mengenai hidup, (8) Memiliki kesiapan
untuk bekerja, (9) Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya. 3. Fenomena
negatif yang mengemuka seperti: (1)
Perkelahian pelajar, (2) Narkoba, (3) Korupsi, (4) Plagiarisme, (5)
Kecurangan dalam Ujian (Contek, Kerpek..) (6) Gejolak masyarakat (social
unrest) 4. Persepsi masyarakat terhadap
kurikulum sebelumnya antara lain: (1) terlalu menitikberatkan pada aspek
kognitif, (2) beban siswa terlalu berat, (3) kurang bermuatan karakter. (Draft
kurikulum 2013). Inilah pertimbangan urgen perlunya perubahan kurikulum
hingga muncul kurikulum 2013.
Beberapa
dilema terjadi akan perubahan kurikulum yang belum begitu siap di tahun 2013,
sehingga menimbulkan kontroversi. Perubahan kuriulum 2013 pada saat ini
melewati uji publik terkesan reaktif dan terburu. Reaktif karena perubahan ini
dianggap sebagai jawaban atas terjadinya tindakan kriminal di sekolah seperti
tawuran pelajar dan kabar yang beredar perubahan ini terkait dengan keberatan
disampaikan oleh wapres Boediono ketika melihat cucunya yang akan pergi ke
sekolah harus menyandang tas yang beratnya beberapa kilogram. Terburu-buru
karena proses penyiapan kurikulum sampai implementasinya memakan waktu lebih dari
9 bulan.
Permasalahan
pendidikan saat ini bukan hanya kurikulum, kurikulum hanya sebagian kecil dari
masalah pendidikan. Masalah lain diantaranya kualitas guru, sarana dan
prasarana pendidikan, politisasi masalah
pendidikan, pemerataan pendidikan, implementasi anggaran pendidikan dll.
Pemerintah perlu melihat yang urgen untuk perbaikan pendidikan nasional.
Perubahan kurikulum bukan jaminan selesainya masalah pendidikan.
Saya
mengambil hikmah dari kegagalan saya hanya masuk nominasi sayembara penulisan buku teks
pengayaan tahun 2012, tidak menjadi pemenang. Sebab, jika menjadi pemenangpun
tentu saja akan kecewa. Ratusan buku
pengayaan yang dituliskan oleh para pemenang naskah buku pengayaan
kemendikbud sampai saat ini belum juga diterbitkan, apalagi sudah berganti
kurikulum. Tak jelas kenapa belum diterbitkan. Kini pemerintah akan membuat
buku untuk mendukung kurikulum baru, bukankah ini pemborosan biaya?
Kita
tentu masih ingat buku sekolah elektronik atau BSE. Buku BSE itu sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dan
pemerintah telah membeli buku itu dari penulisnya. Kenyataannya buku tersebut
baru beberapa kali dipakai siswa, sekarang harus digudangkan. Sebuah
konsekuensi bahwa perubahan kurikulum mengakibatkan perubahan buku pegangan
siswa dan guru, hal inilah yang akan mengakibatkan perubahan buku yang
menyeluruh. Sisi lain, perubahan kurikulum ini akan ditangkap bernilai positif
berkaitan dengan bisnis buku baru yang cukup menjanjikan keutungan. Namun
demikian bagi sekolah, siswa dan guru merupakan beban biaya yang tidak sedikit.
Kalau saja ada penyaluran buku ajar dari pemerintah ke sekolah, “kapan buku itu
sampai ke setiap siswa?”. “Apakah bisa terjamin setiap siswa mendapatkan buku
tanpa harus mengeluarkan biaya?”
Kenyatan yang terjadi belum semua guru siap
mengimplemantasikan kurikulum baru 2013. Oleh karena itu harus dipersiapkan
dengan matang dengan program yang jelas dan terarah untuk memahami konsep
kurikulum agar dapat diterapkan pada tahun pelajaran 2013/2014. Masalahanya
cukupkah waktu yang mendesak ini, kurikulum baru segera sampai kepada para guru
dan pengelola pendidikan di sekolah?
Bagaimanapun perubahan kurikulum pada waktunya
harus diubah dan pasti terjadi.
Meskipun kita percaya bahwa
kurikulum 2013 belum sepenuhnya memecahkan masalah pendidikan. Siapapun tidak
bisa menjamin merubah kurikulum
sebagai satu –satunya jalan mengatasi masalah pendidikan di negeri ini.
Perubahan itu seharusnya memperbaiki cara mengajar guru agar mampu menjadi guru yang berkualitas. Guru
yang mampu melakukan pembelajaran yang mengundang sehingga siswa asyik dan
menyenangkan. Guru yang mampu menjadi mata air bagi peserta didiknya dari
kehausan akan ilmu pengetahuan. Guru yang mampu memberikan keteladanan sehingga
ikut meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didiknya. Ingatlah selalu, “Guru yang berkualitas akan melahirkan
peserta didik yang berkualitas, guru cerdas membentuk anak yang cerdas, guru berkarakter menanamkan siswa berkarakter pula.” *
izin copy :) terima kasih
BalasHapusIzin copy ya mas...trims
BalasHapus