Jumat, 05 Juli 2013

Kurikulum 2013



DILEMA KURIKULUM 2013

Oleh: Tofik Rochadi,S.Pd.MPd.

Babak baru proses pendidikan segera dimulai. Tidak kita sadari ternyata awal tahun pelajaran 2013/2014 telah tiba, sementara di depan mata  agaknya akan  menghadapi berbagai macam persoalan. Persoalan itu memang tidak akan pernah selesai, karena substansi yang ditransformasikan selama proses pendidikan dan pembelajaran selalu berada di bawah tekanan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemajuan masyarakat. Salah satu persoalan pendidikan kita yang masih menonjol saat ini adalah adanya kurikulum yang silih berganti dan terlalu membebani anak tanpa ada arah pengembangan yang betul-betul diimplementasikan sesuai dengan perubahan yang diinginkan pada kurikulum tersebut.
Ada istilah Beda Kulit Beda Anggitsetiap ganti menteri ganti kurikulum. Bongkar pasang kurikulum pendidikan di Indonesia sepertinya sudah menjadi tradisi. Mulai dari Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum 2006, Kurikulum 2008, KTSP, hingga Kurikulum 2013 yang akan diterapkan. Namun, masyarakat pendidikan perlu dipersiapkan untuk mengembangkannya.
Fakta hasil menyikapi  tugas pendidikan di tingkat  SMP menjadi jelas terlihat bahwa kesiapan teman-teman guru dan kepala sekolah  di daerah untuk menerima rencana pergantian kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang menjadi kurikulum 2013, belum siap. Pasalnya, masih banyak guru yang kurang memadai integritasnya dalam implementasi kurikulum 2013. Ditinjau dari sisi ilmiah maupun alamiah, kurikulum ini harus disempurnakan dulu baru diimplementasikan. Bulan Juli 2013 yang semestinya kurikulum 2013 sudah dilaksanakan kenyataannya baru terbatas pada sekolah tertentu. Jadi kalaupun dipaksakan kurikulum ini baru akan siap di 2014, dan bukan di 2013. Kurikulum itu memang penting, tapi kesiapan guru jauh lebih penting. Pemerintah berkewajiban melatih guru secara merata lebih dulu.
         Latar Belakang Munculnya Kurikulum 2013
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh dalam berbagai kesempatan menegaskan  perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 merupakan persoalan yang penting dan genting. Alasan perubahan kurikulum,  kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Karena zaman berubah, maka kurikulum harus lebih berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi hafalan semata.  Perubahan ini diputuskan dengan merujuk hasil survei internasional tentang kemampuan siswa Indonesia. Salah satunya adalah survei "Trends in International Math and Science" oleh Global Institute pada tahun 2007. Menurut survei ini, hanya 5 % siswa Indonesia yang mampu mengerjakan soal berkategori tinggi yang memerlukan penalaran. Sebagai perbandingan, siswa Korea yang sanggup mengerjakannya mencapai 71 %. Sebaliknya, 78 % siswa Indonesia dapat mengerjakan soal berkategori rendah yang hanya memerlukan hafalan. Sementara itu, siswa Korea yang bisa mengerjakan soal semacam itu hanya 10 %. Indikator lain datang dari Programme for International Student Assessment (PISA) yang di tahun 2009 menempatkan Indonesia di peringkat 10 besar paling buncit dari 65 negara peserta PISA. Kriteria penilaian mencakup kemampuan kognitif dan keahlian siswa membaca, matematika, dan sains. Dan hampir semua siswa Indonesia ternyata cuma menguasai pelajaran sampai level 3 saja. Sementara banyak siswa negara maju maupun berkembang lainnya, menguasai pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6. Kesimpulan dari dua survei itu adalah: prestasi siswa Indonesia terkebelakang. Inilah barangkali kurikulum perlu diubah sesuai kebutuhan. Perubahan kurikulum tersebut meliputi empat elemen yaitu : pertama; standar kompetensi kelulusan, kedua  standar isi,  ketiga, standar proses dan keempat, standar penilaian. Kurikulum mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan-tantangan di masa depan melalui pengetahuan, keterampilan, sikap dan keahlian untuk beradaptasi serta bisa  bertahan hidup dalam lingkungan yang senantiasa berubah. Namun disayangkan agaknya perubahan kurikulum terburu-buru, proses  uji publik yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya dapat menjawab kegalauan para guru. Namun sayang, uji publik yang digelar itu, hanya mampu dipahami oleh pemerintah sendiri, dan belum dipahami sepenuhnya oleh para guru di sekolah.
Dilema Kurikulum 2013
            Fakta lain, pendidikan hari ini adalah cara belajar siswa semakin merosot tajam, kreativitas siswa terbelenggu, dan sebagian besar siswa tidak cinta belajar. Seharusnya keberadaan kurikulum mampu mengajak siswa lebih bersemangat dalam belajar. Namun, fakta yang didapat justru sebaliknya. Oleh karena itu dunia pendidikan di Indonesia membutuhkan kurikulum yang mampu menjadikan “belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan”, khususnya mengubah peran guru yang memegang peran sangat vital dalam kegiatan belajar mengajar. (Dwi Nugroho: 2013)
Ada beberapa alasan seperti yang dikemukakan oleh Mendikbud mengapa kurikulum harus diubah, antara lain: 1.   Tantangan masa depan seperti: (1) Globalisasi, (2) Masalah lingkungan hidup, (3) Kemajuan teknologi informasi, (4) Konvergensi ilmu dan teknologi,
(5) Ekonomi berbasis pengetahuan, (6) Kebangkitan industri kreatif dan budaya, (7) Pergeseran kekuatan ekonomi dunia, (8) Pengaruh dan imbas teknosains, dan (9) Mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan. 2.    Kompetensi masa depan antara lain: (1) Kemampuan berkomunikasi, (2) Kemampuan berpikir jernih dan kritis, (3) Kemampuan mempertimbangkan segi  moral suatu permasalahan, (4) Kemampuan menjadi warga negara yang efektif (5) Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, (6) Kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal (7) Memiliki minat luas mengenai hidup, (8) Memiliki kesiapan untuk bekerja, (9) Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya. 3.   Fenomena negatif yang mengemuka seperti: (1)  Perkelahian pelajar, (2) Narkoba, (3) Korupsi, (4) Plagiarisme, (5) Kecurangan dalam Ujian (Contek, Kerpek..) (6) Gejolak masyarakat (social unrest) 4.   Persepsi masyarakat terhadap kurikulum sebelumnya antara lain: (1) terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif, (2) beban siswa terlalu berat, (3) kurang bermuatan karakter. (Draft kurikulum 2013). Inilah pertimbangan urgen perlunya perubahan kurikulum hingga muncul kurikulum 2013.
            Beberapa dilema terjadi akan perubahan kurikulum yang belum begitu siap di tahun 2013, sehingga menimbulkan kontroversi. Perubahan kuriulum 2013 pada saat ini melewati uji publik terkesan reaktif dan terburu. Reaktif karena perubahan ini dianggap sebagai jawaban atas terjadinya tindakan kriminal di sekolah seperti tawuran pelajar dan kabar yang beredar perubahan ini terkait dengan keberatan disampaikan oleh wapres Boediono ketika melihat cucunya yang akan pergi ke sekolah harus menyandang tas yang beratnya beberapa kilogram. Terburu-buru karena proses penyiapan kurikulum sampai implementasinya memakan waktu lebih dari 9 bulan.
Permasalahan pendidikan saat ini bukan hanya kurikulum, kurikulum hanya sebagian kecil dari masalah pendidikan. Masalah lain diantaranya kualitas guru, sarana dan prasarana  pendidikan, politisasi masalah pendidikan, pemerataan pendidikan, implementasi anggaran pendidikan dll. Pemerintah perlu melihat yang urgen untuk perbaikan pendidikan nasional. Perubahan kurikulum bukan jaminan selesainya masalah pendidikan.
Saya mengambil hikmah dari kegagalan saya hanya masuk  nominasi sayembara penulisan buku teks pengayaan tahun 2012, tidak menjadi pemenang. Sebab, jika menjadi pemenangpun tentu saja akan kecewa. Ratusan buku pengayaan yang dituliskan oleh para pemenang naskah buku pengayaan kemendikbud sampai saat ini belum juga diterbitkan, apalagi sudah berganti kurikulum. Tak jelas kenapa belum diterbitkan. Kini pemerintah akan membuat buku untuk mendukung kurikulum baru, bukankah ini pemborosan biaya?
Kita tentu masih ingat buku sekolah elektronik atau BSE. Buku BSE itu sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dan pemerintah telah membeli buku itu dari penulisnya. Kenyataannya buku tersebut baru beberapa kali dipakai siswa, sekarang harus digudangkan. Sebuah konsekuensi bahwa perubahan kurikulum mengakibatkan perubahan buku pegangan siswa dan guru, hal inilah yang akan mengakibatkan perubahan buku yang menyeluruh. Sisi lain, perubahan kurikulum ini akan ditangkap bernilai positif berkaitan dengan bisnis buku baru yang cukup menjanjikan keutungan. Namun demikian bagi sekolah, siswa dan guru merupakan beban biaya yang tidak sedikit. Kalau saja ada penyaluran buku ajar dari pemerintah ke sekolah, “kapan buku itu sampai ke setiap siswa?”. “Apakah bisa terjamin setiap siswa mendapatkan buku tanpa harus mengeluarkan biaya?”
Kenyatan yang terjadi belum semua guru siap mengimplemantasikan kurikulum baru 2013. Oleh karena itu harus dipersiapkan dengan matang dengan program yang jelas dan terarah untuk memahami konsep kurikulum agar dapat diterapkan pada tahun pelajaran 2013/2014. Masalahanya cukupkah waktu yang mendesak ini, kurikulum baru segera sampai kepada para guru dan pengelola pendidikan di sekolah?
Bagaimanapun perubahan kurikulum pada waktunya harus diubah dan pasti terjadi.  Meskipun  kita percaya bahwa kurikulum 2013 belum sepenuhnya memecahkan masalah pendidikan. Siapapun tidak bisa menjamin merubah kurikulum sebagai satu –satunya jalan mengatasi masalah pendidikan di negeri ini. Perubahan itu seharusnya memperbaiki cara mengajar guru agar mampu menjadi guru yang berkualitas. Guru yang mampu melakukan pembelajaran yang mengundang sehingga siswa asyik dan menyenangkan. Guru yang mampu menjadi mata air bagi peserta didiknya dari kehausan akan ilmu pengetahuan. Guru yang mampu memberikan keteladanan sehingga ikut meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didiknya. Ingatlah selalu, “Guru yang berkualitas akan melahirkan peserta didik yang berkualitas, guru cerdas membentuk  anak yang cerdas, guru berkarakter menanamkan  siswa berkarakter pula.”  *

2 komentar: