Kamis, 02 Januari 2014

EVALUASI IMPLEMENTASI PROSES PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013




Oleh: Tofik Rochadi,S.Pd. MPd.


SEDIKITNYA ada dua faktor besar dalam ke­berhasilan kurikulum 2013. Pertama, penen­tu, yaitu kesesuaian kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependi­dik­an (PTK) dengan kurikulum dan buku teks. Kedua, faktor pendukung yang terdiri dari tiga unsur; (1) ketersediaan buku sebagai ba­han ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan standar pem­bentuk kurikulum; (2) penguatan peran pemerintah dal­am pembinaan dan penga­wasan; dan (3) penguatan ma­naj­emen dan budaya sekolah.
Perjalanan implementasi kurikulum 2013 dimulai pengembangan kurikulum tahun 2011- 2012. Persiapan  buku, guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah tahun 2012-2013.  Pelaksanaan bertahap bagi sekolah, guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan  siswa tahun 2013-2016.  Pelaksanaan menyeluruh bagi sekolah, guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan  siswa pada tahun 2016 - .
 Kita ketahui bahwa pengawalan implementasi kurikulum 2013 yang telah diujicobakan pada sekolah model telah dilakukan beberapa kegiatan antara lain pengadaan buku ajar dan buku pegangan guru, pelatihan bagi guru, kepala sekolah, pengawas, dan pendampingan kepada sekolah sasaran, evaluasi dan monitoring.
Monitoring adalah proses mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang suatu kegiatan yang sedang berlangsung. Sedangkan evaluasi adalah proses membandingkan, menganalisis, dan memutuskan hasil dari suatu kegiatan terhadap kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan. Tanggal 18  s.d. 20 Desember 2013 di Jakarta telah dilaksanakan Lokakarya Hasil Monitoring dan Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013. Berikut ini kita akan mencermati paparan hasil monitoring, khususnya dalam implementasi proses pembelajaran kurikulum 2013 yang disampaikan oleh Prof. Ir. Abdullah Alkaf, M.Sc. Ph.D (Staf Ahli Menteri Bidang Organisasi dan Managemen), Tjipto Sumadi, M.Si (Ketua Unit Implementasi Kurikulum Kemdikbud)  dan Prof. Dr. Furqon (Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan).
Komponen  monev pertama adalah  buku, mulai dari penyiapan, pengadaan dan distribusinya. Kedua unsur guru terdiri dari pelatihan, pendampingan, proses pembelajaran dan penilaian pembelajaran. Ketiga manajemen dan budaya terdiri dari pelatihan, pendampingan, manajemen  pembelajaran dan layanan siswa. Karena itulah, maka responden yang dilibatkan adalah : guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, siswa, orang tua, dan  komite sekolah.
Jika kita mencermati proses pembelajaran yang telah diterapkan oleh guru sekolah model kurikulum 2013, ternyata masih terdapat beberapa catatan penting. Kita ambil contoh menurut pengamatan kepala sekolah bahwa  penerapan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran di dalam kelas  belum sesuai yang diharapkan, secara statistik diperoleh data sebagai berikut; guru SD 12 % belum sesuai,  59% sesuai dan 29% sangat  sesuai. Guru SMP 12 % belum sesuai,  56% sesuai dan 32% sangat  sesuai. Guru SMA 10 % belum sesuai,  33% sesuai dan 57% sangat  sesuai. Guru SMK 6 % belum sesuai,  33% sesuai dan 61% sangat  sesuai. Jika dirata-rata data tersebut yang telah sesuai SD; 88%. SMP; 88%, SMA; 90%, dan SMK; 94%.
Pemahaman Guru tentang Penilaian Otentik dan aplikasinya dalam proses pembelajaran di dalam kelas, menurut kepala sekolah diperoleh data sebagai berikut; guru SD 17 % belum sesuai,  60% sesuai dan 23% sangat  sesuai. Guru SMP 3 % belum sesuai,  16% sesuai dan 81% sangat  sesuai. Guru SMA 15 % belum sesuai,  36% sesuai dan 49% sangat  sesuai. Guru SMK 6 % belum sesuai,  33% sesuai dan 61% sangat  sesuai. Jadi disimpulkan dari   data yang terkumpul yaitu; SD; 83%. SMP; 97%, SMA; 85%, dan SMK; 94%.
Pemahaman Guru tentang pembelajaran remedi dan pengayaan bagi peserta didik yang memerlukannya dalam proses pembelajaran di dalam kelas telah dipahami oleh guru. Menurut kepala sekolah diperoleh data sebagai berikut; Guru SD 14 % belum sesuai,  58% sesuai dan 28% sangat  sesuai. Guru SMP 15 % belum sesuai,  52% sesuai dan 33% sangat  sesuai. Guru SMA 22 % belum sesuai,  35% sesuai dan 43% sangat  sesuai. Guru SMK 13 % belum sesuai,  44% sesuai dan 43% sangat  sesuai. Hal ini jika dirata-rata yang telah sesui dari  data tersebut; SD; 86%. SMP; 85%, SMA; 78%, dan SMK; 87%.
Pemahaman Guru tentang konsep dan aplikasi penilaian berbasis portofolio dalam proses pembelajaran di dalam kelas telah dipahami oleh guru. Menurut kepala sekolah diperoleh data sebagai berikut; Guru SD 17 % belum sesuai,  62% sesuai dan 21% sangat  sesuai. Guru SMP 15 % belum sesuai,  36% sesuai dan 49% sangat  sesuai. Guru SMA 24 % belum sesuai,  29% sesuai dan 47% sangat  sesuai. Guru SMK 14 % belum sesuai,  26% sesuai dan 60% sangat  sesuai. Hal ini jika dirata-rata yang telah sesui dari  data tersebut; SD; 83%. SMP; 85%, SMA; 76%, dan SMK; 86%.



Pemahaman Guru tentang konsep dan aplikasi penilaian diri, menurut Kepala Sekolah, cukup dipahami guru. Catatan untuk SMA: Guru masih memerlukan peningkatan pemahaman tentang Penilaian Diri. Hasil monitoring diperoleh data sebagai berikut; Guru SD 26 % belum sesuai,  58% sesuai dan 16% sangat  sesuai. Guru SMP 15 % belum sesuai,  49% sesuai dan 36% sangat  sesuai. Guru SMA 36 % belum sesuai,  26% sesuai dan 38% sangat  sesuai. Guru SMK 20 % belum sesuai,  30% sesuai dan 50% sangat  sesuai. Hal ini jika dirata-rata yang telah sesui dari  data tersebut; SD; 74%. SMP; 85%, SMA; 64%, dan SMK; 80%.
Sekarang mari kita lihat menurut pandagan siswa (peserta didik); cara guru menyampaikan materi dipahami dengan mudah, menarik dan menyenangkan selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat dilihat dari data yang telah sesuai harapan, yaitu; SD; 80%, SMP; 91%, SMA; 80%, dan SMK; 86%. Sedangkan lebih detail ditemukan catatan bahwa pembelajaran saintifik masih diartikan guru masuk ke kelas dan menugaskan siswa untuk presentasi, menurut siswa guru belum kreatif untuk mendorong  minat  belajar siswa, masih diartikan guru hanya melakukan  kegiatan ritual saja.
Guru memberi kesempatan siswa untuk mengamati, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan data/informasi, mengolah data/informasi, dan mengomunikasikan, dalam hal ini melakukan proses pembelajaan, guru telah menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Data tersebut dapat dicermati melalui informasi data sebagai berikut: SD; 90%, SMP; 86%, SMA; 89%, dan SMK; 96%. Bahkan secara  detail ditemukan bahwa keterkaitan antar Kompetensi Inti (KI) kurang dimengerti oleh guru (KI 1 dan KI 2),  pembelajaran projek masih  menjadi kendala bagi guru. Guru belum memahami materi metakognisi. Waktu yang tersedia dirasakan tidak cukup untuk menyampaikan seluruh materi.
Menurut siswa  (peserta didik), dalam hal layanan kesiswaan secara administratif yang diberikan sekolah, sudah memuaskan. Data tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: (SD; datanya belum terekam),  SMP; 85%, SMA; 80%, dan SMK; 92%.
Menurut Pengawas,  penerapan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran di kelas telah memuaskan. Hal ini ditunjukkan melalui data berikut. SD; 90%, SMP; 81%, SMA; 87%, dan SMK; 90%
Solusi dan Tindak Lanjut
Mencermati hasil menitoring dan evaluasi khususnya proses pembelajaran di sokolah, maka perlu dicarikan solusi untuk tindak lanjut implementasi kurikulum 2013 di tahun 2014.
Pertama perlu ada peningkatan kompetensi guru dalam metode pembelajaran dengan  berbagai upaya pelatihan guru. Kegiatan ini bisa bentuk  workshop dengan sistem klinik dan aplikasi langsung. Metode lesson study bisa disarankan dan melalui pendampingan yang intensip oleh guru inti, pengawas sekolah dan Tim Pengembang Kurikulum Kabupaten. Hal ini juga perlu ditegaskan bahwa metode saintifik bukan satu-satunya metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran karena tidak ada satu metode pun yang paling baik untuk semua. 
Kedua Peningkatan pemahaman proses pembelajaran melalui Bimbingan Teknik (bimtek) MGMP,  MGMP cluster, sehingga guru dilatih pembuatan RPP dan penerapannya dalam proses pembelajaran.  Guru perlu diberi contoh-contoh kongkrit cara mengaitkan Kompetensi Inti (KI)-1 dan KI- 2 dengan KI-3 dan KI-4, guru  perlu disediakan model RPP yang layak menurut ketentuan Kurikulum 2013.
Ketiga Perlu pembiasaan untuk melaksanakan pendekatan saintifik,  untuk memudahkan guru memahaminya perlu disediakan video model pembelajaran dengan metode-metode  yang diterima oleh kurikulum 2013.
Keempat  agar kegiatan pembelajaran yang bersifat saintifik dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya maksimal, maka durasi setiap jam tatap muka untuk  mata pelajaran yang alokasi waktunya: 2 (dua) jam dan 3 (tiga)  jam pelajaran perminggu agar dibuat satu kali tatap muka. Lebih dari 3 (tiga)  jam pelajaran perminggu agar dibuat dua kali tatap muka. Sedangkan, kompetensi guru dalam melaksanakan remedial untuk pendekatan ilmiah yang belum memadai, perlu pendampingan untuk mampu mengidentifikasi tahapan yang belum tuntas dalam pendekatan ilmiah.
Kelima Pemahaman guru tentang konsep dan aplikasi penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, penilaian ulangan harian, penilaian ulangan tengah semester,  ulangan akhir semester,  ujian tingkat kompetensi diperlukan bimtek dan pendampingan khususnya terkait dengan penilaian. Disarankan sekolah perlu membuat kegiatan  untuk pembinaan berkelanjutan bagi guru dalam implementasi Kurikulum 2013 di tahun 2014, melalui MGMP sekolah, kegiatan workshop, lokakarya, dan sebagainya. Pembiayaan kegiatan  ini dapat menggunakan dana BOS atau BOS daerah atau dukungan komite sekolah.
Menyikapi persoalan penilaian terutama penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan agar diperbolehkan menggunakan sebagian dari teknik-teknik yang disebutkan dalam Standar Penilaian (tidak harus menggunakan keseluruhan teknik karena sangat berat). Perlu di sikapi juga bahwa  rapor yang konon membuat guru “repot” sebaiknya  dibuat satu halaman untuk setiap mapel, dan pencapaian kompetensi setiap peserta didik pada rapor ditulis oleh guru mata pelajaran dan boleh diketik atau dengan sistem kumputer.
Keberhasilan Implementasi kurikulum 2013 ditahun 2014 sangat tergantung peran berbagai pihak dan wacana ini sekedar sumbangsaran menyikapi hasil monitoring dan evaluasi implementasi kurikulum 2013 agar tahun 2014 terlaksana  mendekati harapan bahkan mengeliminasi keterbatasan.  (*)

Rabu, 01 Januari 2014

MOS MENDIDIK ATAU MENYIKSA



Oleh: Tofik Rochadi, S.Pd.MPd.
Setiap tahun ajaran baru pada sekolah menengah pertama (SMP) maupun sekolah menengah atas (SMA atau SMK) sudah menjadi ajang kegiatan rutin baik sekolah negeri maupun swasta untuk memperkenalkan siswa  pada sekolah barunya, yang dikenal dengan istilah Masa Orientasi sekolah atau MOS.
Pada dasarnya, MOS memiliki sebuah haluan  dasar yang pada intinya mendidik dan memperkenalkan dunia baru dalam sekolah baru. Pendidikan dan perkenalan ini dilakukan dan merupakan program awal masuk sekolah, tetapi kebanyakan  dilaksanakan  oleh para siswa siswi lama yang masih bersetatus pelajar di sekolahnya. OSIS sebagai pelaksana umum acara kegiatan MOS sudah barang tentu mendapatkan ijin dan persetujuan dari pihak kesiswaan maupun sekolah.
Kebijakan yang diterapkan pun berbeda beda, baik dalam penetuan waktu dan durasi MOS, hingga penentuan kegiatan yang berkaitan dengan MOS. Hanya saja, hampir setiap tahun acara kegiatan orientasi siswa tersebut selalu mendapatkan berita miring dan kendala. Sudah banyak sekali berita di media tentang pergeseran makna orientasi sebagai sarana mendidik dan membimbing para siswa siswi baru menjadi pemerasan fisik hingga pelemahan mental.
Acara berkedok pendidikan dan pengenalan siswa baru ini acapkali menjadi ajang “balas dendam” siswa siswi lama yang telah terlebih dahulu mendapatkan perilaku serupa selama menjalani Masa Orientasi Siswa sebagai siswa siswi baru.
Tindakan “Semena-mena” seperti itu sangat tidak pantas dilakukan oleh kaum terpelajar baik jenjang sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Cara membalas perbuatan yang sama kepada adik adik baru mereka yang pada dasarnya tidak memiliki kesalahan yang berarti bukan merupakan perilaku yang baik jika dilihat dari norma sosial maupun norma agama. Bukankah lebih baik jika kita “membalas” tindakan yang pernah kita alami dalam acara orientasi itu dengan sebuah perubahan dan kebaikan? Dengan tujuan mengembalikan koridor awal dari tujuan semula acara MOS, yaitu sebagai acara untuk memperkenalkan siswa siswi baru pada sekolah barunya.
Fenomena umum orientasi siswa baru yang terjadi pada masa sekarang adalah berbentuk setumpuk tugas yang berat yang diberikan para panitia MOS kepada siwa siswi baru. Sehingga diplesetkan Membuat Orangtua Sibuk (MOS). Seperti pengharusan penambahan barang bawaan yang sesuai dengan ketentuan setiap harinya. Hal ini pada dasarnya tidak memiliki peran penting dalam bidang pendidikan yang akan mereka terapkan nanti di sekolah. Pemberlakuan pemakaian atribut yang menyusahkan siwa siswi baru. Mulai dari penggunaan kuncir rambut yang berlebihan bagi siswi putri hingga tugas berat lainnya yang jika dilihat menggunakan akal sehat tidaklah memiliki fungsi yang berarti dan bahkan tampak tidak senonoh. Itupun belum termasuk hukuman yang berupa kekerasan mental dan bentakan yang melemahkan mental mereka kepada siswa siswi baru yang melanggar dan tidak mematuhi peraturan yang diberikan oleh para kakak kelas mereka. Terkesanlah orientasi siswa baru ini hanya kekerasan dan penyiksaan terselubung.
Perlakuan yang tidak adil terhadap para siswa siswi baru ini  sudah selayaknya ditinggalkan apalagi sebagai generasi yang berpendidikan .Jika dalam kasus ini para panitia pelaksana MOS ini ingin merasa dihargai,dihormati, dan dikenal oleh para adik kelas mereka, bukankah lebih baik mereka berperilaku yang baik, memberikan contoh contoh yang baik, mengadakan acara yang baik, yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang sesuai dengan norma yang ada, untuk diberikan kepada para siswa siswi baru disekolah tersebut.
Acara MOS seharusnya berpedoman pada aturan Buku Kalender Akademik Bab III Awal Kegiatan Pelajaran. MOS  adalah ajang sambutan selamat datang yang ramah bagi siswa siswi baru, berisikan pembekalan materi yang berfungsi sebagai pembentukan kepribadian mereka kearah yang lebih baik. Sebagai contoh pemberian ceramah Rohani atau ceramah Motivasi, layaknya seminar seminar dikalangan kaum terpelajar.
Kemudian memperkenalkan segala sesuatu yang ada di sekolah tersebut secara lebih detail kepada adik adik baru mereka. Memperkenalkan lingkungan sekolah, kebijakan kebijakan sekolah, dan peraturan peraturan sekolah dengan tujuan agar para siswa siswi baru dapat lebih mengerti dan mengenal jauh lebih dalam tentang sekolahnya. Untuk jangka waktu selama mereka bersekolah di sekolah tersebut.
Pengebangan bakat dan minat mereka juga sebaiknya diberi apresiasi lebih pada masa Orientasi. Seperti lomba mata pelajaran atau lomba kreativitas antar sesama peserta MOS untuk meningkatkan tingkat kemampuan mereka, baik pada level Akademik maupun level Non Akademik.
Marilah kita lebih bisa memperlakukan para siswa siswi baru secara adil, secara lebih layak selaku sesama warga sekolah. Sudah saatnya kita lebih menjunjung Hak Asasi Mereka. Meninggalkan bentuk kekerasan baik mental maupun fisik.
Pihak Kepala sekolah dan guru cukup strategis untuk mengkodisikan dan menyusun program MOS yang baik sehat dan edukatif. Sekolah tersebut adalah sekolah yang melarang total kekerasan atau pemojokan dan perendahan mental bagi seluruh warga sekolah.
Marilah sebaiknya dengan besar hati kita membentuk  sekolah berkarakter dimulai dari kegiatan MOS. Kegiatan awal sekolah untuk membangun citra yang baik bagi sekolah bukan hanya memiliki catatan bagus dalam bidang edukasi, tetapi juga bisa dibentuk dengan cara pembentukkan akhlak dan perilaku para siswa siswi dan penghuni sekolah tersebut. Sehingga kesan cerdas tidak berdiri sendirian dalam perannya memberikan kontribusi bagi sekolah, tetapi dapat disandingkan dengan perilaku yang lebih bermartabat dan bermoral dikalangan para siswa. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk merealisasikan hal ini adalah dengan pelarangan kekerasan  bagi seluruh warga sekolah, baik berupa mental maupun fisik. Kegiatan kegiatan yang sebaiknya mengarah pada arah edukatif dan lebih normatif sebagai implementasi sifat cerdas dan memiliki moral yangberkarakter , bermartabat tinggi.
Kita wajib berbenah dalam hal ini.Mengubah dan membenahi penyelewengan yang terjadi pada masa Orientasi kepada tujuan dan gagasan awal terbentuknya kegiatan ini. Memperlakukan para siswa siswi baru secara lebih persuasif dan normatif, selayaknya warga sekolah yang lain dengan tanpa mendiskriminasikan mereka. Kita berharap ada sebuah perubahan total dalam masalah yang sering dipergunjingkan ini. Berharap adanya kesadaran yang dapat membuka mata hati pengelola sekolah. Mengharapkan sebuah perlakuan yang lebih adil antar sesama manusia. Mencoba memberikan sudut pandang yang baru tentang perlakuan MOS yang lebih bisa diterima dan dihargai. Jika ada tekad pasti bisa! ***
Penulis adalah pemerhati pendidikan Kasi Pendidikan SMP Dinas Dikpora Kab. Tegal