Minggu, 03 September 2017

MENIT PERTAMA YANG MENENTUKAN



Oleh: Tofik Rochadi
Jangan abaikan menit-menit pertama dalam proses belajar mengajar, karena  merupakan  waktu yang terpenting untuk satu jam pembelajaran selanjutnya. Apakah siswa tertarik untuk mengikuti sesi berikutnya? Apakah siswa timbul keminatan untuk belajar lebih lanjut? Apakah siswa timbul penasarannya ingin tahu pelajaran yang akan diikuti? Apakah siswa antusias dan bersemangat untuk beraktifitas berikutnya?  Inilah kegiatan awal dalam proses belajar mengajar yang disebut apesepsi.
“Apersepsi” menurut kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2002: 60) adalah pengamatan secara sadar (penghayatan) tentang segala sesuatu di jiwanya (dirinya) sendiriyang menjadi dasar perbandingan serta landasan untuk menerima ide tertentu. Apersepsi punya kedudukan penting dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga tak berlebihan jika Munif Chatib (Gurunya Manusia, 2011:77) menyatakan bahwa menit-menit pertama dalam proses belajar adalah waktu yang terpenting untuk satu jam pembelajaran selanjutnya. Pada menit-menit pertama itulah apersepsi bisa dilaksanakan.
Dalam sejarahnya orang yang pertama kali mengenalkan istilah teori apersepsi adalah Johan Friedrich Herbart (1776-1841), seorang psikolog, filsuf, sekaligus guru ahli yang berasal dari Jerman. Kenyataan bahwa interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran sangat dinamis dan kompleks sehingga sulit dijelaskan secara sederhana, telah mendorong Herbart untuk menemukan teori apersepsi.
Hal serupa dapat juga dikaji dalam teori Quantum Teaching Bobbi DePorter. Rancangan pembelajaran Quantum Teaching melalui beberapa tahap yang disingkat dengan TANDUR. Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Tumbuhkan adalah aktivitas yang melibatkan siswa. Pengajar ikut serta dalam jalinan proses belajar untuk saling memahami dan memuaskan siswa dengan konsep AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku).
Alami adalah aktivitas memberikan pengalaman kepada siswa dengan memanfaatkan hasrat alami otak untuk menjelajah. Saat mempelajari sesuatu dalam kehidupan nyata, kita sudah punya pengalaman awal, yang berhubungan dengan suatu konsep. Dengan adanya pengalaman, informasi yang abstrak akan menjadi konkret. Namai adalah aktivitas penamaan yang memuaskan hasrat alamiah otak untuk memberikan identitas, mengurutkan, dan mendefinisikan. Tampaknya kegiatan Tumbuhkan, Alami dan Namai dalam Quantum Teaching ini adalah kegiatan apersepsi itu.
Namun dalam prakteknya, pengalaman saya melakukan apersepsi tidaklah mudah. Masalahnya, bukan hanya disebabkan oleh kurangnya penguasaan saya  terhadap apersepsi, tapi juga banyak guru lain yang beranggapan bahwa penguasaan apersepsi hanya berpengaruh kecil terhadap proses pembelajaran. Karenanya, tidak sedikit guru yang ketika masuk kelas langsung mengajarkan materi pelajaran. Sebagaimana ketika saya dulu awal menjadi guru. Ketika masuk ke ruang kelas, saya langsung mengajarkan materi yang akan diajarkan. Tentu saja setelah memberi salam, kemudian memberikan instruksi. “Anak-anak!, Ayo buka bukunya halaman 30, dan kerjakan soal-soalnya!”. atau “Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang masalah ……!”
Sekarang saya baru sadar, atau pembaca  dapat membayangkan bagaimana kondisi kelas yang terjadi. Pengajar dengan tipe seperti ini, pada detik pertama dia berada di kelas, langsung mendapat respon negatif dari murid, siswa, atau peserta didik. Pengajar seperti ini tentu tidak diminati sejak awal masuk kelas.
Bandingkan cara saya mengawali pelajaran beberapa tahun kemudian.  Saya masuk kelas menyampaikan salam lalu menyampaikan pengalaman menarik terlebih dahulu. Di waktu yang lain saya juga yang melakukan sekedar permainan seperti tebakan atau menggerakkan badan disertai tepuk tangan. Adakalanya saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan ringan tapi menantang. Saya terkesan dengan kreatifitas anak-anak diajak untuk menciptakan yel-yel yang semangat mereka gembira dan meriah sekali, bahkan tetangga kelas saya merasa terganggu karena agak riuh.  Yel-yel yang diciptakan anak-anak bervariasi ada yang mengambil lirik lagu populer, ada yang membuat semboyan untuk terus maju dan sukses, ada pula yang bersorak lucu dan bersemangat. Contoh yel-yel yang mereka ciptakan:
Mana dimana, anak paling keren!
Anak paling keren ada di (kelas) 8a
Mana dimana, anak paling jago,
Anak paling jago ada di 8a
Ayo mulai belajar !
Ayo mulai belajar !
Ayo keren belajar penuh semangat!
SELAMAT PAGI…. SELAMAT PAGI PAK GURU… SEMANGAT……SEMANGAT…… SEMANGAT….ALLAHU AKBAR…….

Bila kita contohkan nama team yel yel anda adalah "Cantik", maka lagu anak-anak berjudul Ke Puncak Gunung bisa dirubah liriknya menjadi seperti berikut ini:
Cantik, Cantik, Pasukan Cantik,
Siap Untuk Beraksi
Naik, Naik, Ketemu Cantik,
Turun Juga Ketemu...
Kiri Kanan, Semua Cantik,
Kami Pasukan Cantik-Cantik,
Kiri Kanan, Semua Cantik,
Kami Pasukan Cantiiik.

  Bahkan suatu saat saya  menunjukkan film atau video-video menarik dan mengundang pertanyaan dan rasa ingin tahu karena memanfaatkan fasilitas multimedia, LCD atau VCD di ruang kelas. Contoh bisa dikembangkan adalah vidio Harun Yahya.
Berbeda lagi yang dilakukan guru lain di ruang sebelah saya mengajar.  Teknik apersepsi yang biasa dilakukan adalah Fun Story. Fun story atau cerita lucu yang disampaikan oleh guru pada 5 menit sebelum belajar dimulai akan dapat membuat otak anak siap untuk belajar sehingga enjoy. Dengan cerita lucu siswa  akan merasa relaks dan senang yang ditandai dengan rona wajah yang ceria, tersenyum, bahkan tertawa. Munif Chatib menyebut kondisi tersebut sebagai Zona Alfa. Kondisi alfa adalah tahap paling iluminasi (cemerlang) proses kreatif otak seseorang. Kondisi ini dikatakan sebagai kondisi paling baik untuk belajar. Sebab, neuron (sel saraf) sedang berada dalam suatu keseimbangan. Yaitu, ketika sel-sel saraf seseorang melakukan tembakan impuls listrik secara bersamaan dan juga istirahat secara bersamaan sehingga timbul keseimbangan yang mengakibatkan kondisi relaksasi seseorang (Munif,2011:90).
Saya mencoba untuk mempraktekan teknik Fun Story. Cerita lucu dari pengalaman pribadi atau  cerita dari pengalaman orang lain, terkadang saya ambil dari buku-buku humor, internet dan yang lainnya. Jika ada kemauan ternyata tidak sulit mencari sumber inspirasi. Ternyata Fun Story dapat juga berupa, gambar lucu, video lucu, teka-teki.
 Berikut adalah satu contoh cerita lucu yang pernah saya ambil  untuk disampaikan sebelum belajar.
“Anak-anak, ada seorang pemuda yang punya kuda ajaib. Ya, ajaib sebab kuda itu punya password atau kata kunci. Jika ingin membuat kuda itu mulai berjalan, password-nya kita ucapkan alhamdulilah. Tanpa ucapan itu, si kuda tidak akan mau jalan. Sebaliknya, jika ingin berhenti, kata kuncinya adalah bismillah. Sang pemuda membawa kuda itu ke kota yang ramai dan bertemu dengan teman lamanya. Melihat kuda yang demikian bagus, sang teman ingin meminjam dan menaiki kuda tersebut. Awalnya, si pemilik kuda menolak, tetapi karena dipaksa, akhirnya pemuda itu rela meminjamkan kuda ajaibnya dan memberikan password-nya. Begitu diberi tahu, sang teman menaiki kuda dan mengucapkan alhamdulillah sehingga langsung meringkik dan berlari. Karena senang kembali mengucapkan alhamdulillah sehingga kuda berlari tambah kencang, keluar dari kota, memasuki hutan, dan menuju jurang menganga. Penunggang kuda sangat panik sampai lupa kata kunci untuk berhenti. Jurang di depan tinggal 20 meter lagi, dia masih lupa password untuk berhenti. Jurang sudah berjarak 10 meter, 5 meter, 2 meter. Pada detik terakhir, dia teringat kata kunci untuk menghentikan kuda, lalu meneriakan bismillah. Kontan si kuda berhenti di bibir jurang. Begitu melihat dirinya selamat, sang penunggang kuda mengucapkan alhamdulillah. Kalian bisa menebak sendiri bagaimana akhir ceritanya”.
Saya tertarik apa yang sering dilakukan para instruktur widyaiswara karena mereka sering melakukan Ice breaking. Kegiatan untuk memecahkan kebekuan, membangkitkan semangat, bahkan bisa digunakan untuk pemantapan konsep dan kembali masuk ke kondisi alfa. Ice breaking yang bisa diterapkan di kelas yang berfungsi menciptakan kondisi alfa atau mengembalikan kondisi alfa harus memenuhi beberapa syarat, yakni (1) Ice breaking dilakukan dalam waktu singkat, makin singkat semakin baik. (2) Ice breaking diikuti seluruh siswa (kolosal). (3) Pengajar dapat menjelaskan dengan singkat teaching-point atau maksud ice breaking dalam waktu tidak terlalu lama. (4) Apabila target sudah terpenuhi, yaitu peserta sudah kembali senang, segera kembali ke materi. Kita bisa ambi contoh sebagai berikut:

“APA KABAR ?”
Jika saya tanya maka jawablah secara serentak, tetapi jawaban kita sepakati dulu. Jika saya tanya Bagaimana kabarnya pada pagi hari ini…!
Jawablah : Alhamdulillah, luar biasa Allahu Akbar…!
Jika saya tanya : How are you today? Jawablah: Excellent….!  Fantastic…!
Sekarang kita lakukan jawablah serentak. Ok ?
“Apa kabar pada pagi hari ini…!”
“Alhamdulillah,.... luar biasa.... Allahu Akbar…!”
How are you today?
Excellent….!  Fantastic…!”

“IKUTI APA YANG SAYA KATAKAN”
Kata kunci kita pada permainan ini adalah “Ikuti Apa Yang Saya Katakan” Saya  sebutkan beberapa nama binatang, simaklah....
“Ayam-ayam, itik-itik, ayam itik itik ayam,” (Saya ulangi lagi sampai dua kali). “Ada berapa ayam?” (Mereka rata-rata bingung dan terdiam, kebanyakan dari mereka minta agar permainan diulang)
Saya ikuti kemauan mereka, diulang  beberapa kali dengan tetap menyebutkan instruksi permainan ini. Mungkin akan keluar jawaban-jawaban berupa angka-angka, saya katakan bahwa semua jawaban salah…! Maka diulangi lagi. Setelah beberapa lama, siswa sadar terhadap instruksinya, sehingga jawabannya pun akan benar. Karena yang disuruh bukan menghitung ayam atau itiknya, tapi untuk mengikuti yang saya katakan.
-Inti dari permainan ini adalah konsentrasi, untuk  mengenali dan melaksanakan instruksi yang diberikan, bukan untuk menghitung jumlah ayam atau itik.

“TEBAK APA YANG SAYA KATAKAN”
Perhatikan kata kunci  permainan ini: “tebak apa yang saya katakan”
Saya tunjukkan  jempol dan mengucapkan ini ayam
Saya tunjukkan telunjuk dan mengucapkan  yang ini sapi
Kemudian saya menunjukkan  jari tengah dan  mengucapkan kalo yang ini kerbau. Sudah paham atau belum? Sekarang kita praktekan untuk mengetest Latihan, setelah dirasa paham, barulah saya lanjutkan.
Siswa saya minta  menebak apa yang saya katakan. Saya katakan” Kalo yang ini” tetapi kita menunjuk pada jari kelingking. Siswa  akan bingung dan protes. Saya ulangi lagi dengan variasi lain. Sampai terjawab dengan benar.
Ketika siswa telah memahami instruksi diatas, maka ia akan mengikuti kata kunci tanpa memperhatikan jari mana yang kita tunjukkan. Jawaban yang benar adalah bila trainer menyebutkan “ini”, maka jawabannya adalah “ayam” dst,

PERMAINAN WARNA
Berikut ini ada beberapa pertanyaan sangat mudah yang harus kalian jawab dengan cepat. Baca secara berurutan dan jangan terlalu lama berpikir. Baiklah, mari kita mulai...
Permainan warna
Uban warnanya...
Awan warnanya...
Tisu warnanya...
Sapi minumnya...
(Kalau siswa menjawab susu berarti ia kurang konsentrasi.
Sapi minumnya air).

Oke, lanjut.
Konsentrasi...
Rambut warnanya...
Arang warnanya...
Aspal warnanya...
Kelelawar tidur di waktu...
Kalau anda menjawab malam maka anda masih belum konsentrasi.
Kelelawar tidur di waktu siang.

Sekali lagi ya...
Konsentrasi...
Cendol warnanya...
Lumut warnanya...
Daun warnanya...

Harimau makannya...
Ada yang masih menjawab rumput? Berarti terjebak jawaban yang salah.

            Saya juga mencoba belajar dengan seorang kawan guru seni musik. Ternyata musik diyakini dapat mengembalikan gelombang otak kembali ke zona alfa. Sudah banyak penelitian yang menyatakan pengaruh musik dan kekuatan otak. Musik sebagai bagian dari cara untuk masuk ke zona alfa dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (1) Musik pada saat peserta masuk kelas, seperti Sonata for Two Pianos in D, dari Mozart. Paggini for Two dari Nicola Paggini. Atau The Universal dari Bluer. (2) Musik pada saat proses belajar berlangsung. Ada tiga jenis, yaitu (a) musik pada saat pengajar melakukan presentasi, seperti Canon in D dari Johan Pachelbel, Adagio in G Minor dari Thomas Albioni. (b) musik pada saat melakukan aktivitas, seperti Mediterrano (The Seventh Heaven) dari GOVI, Rising in Love dari GOVI. (c) musik pada saat melakukan relaksasi, seperti Nocturne in E Flat Major dari Frederic Chopin, Sumpony No. 6 dari Beethoven. (3) Musik pada saat proses belajar selesai, seperti We are the Champion dari Queen, Celebration dari Fun Factory. 
Untuk apersepsi juga saya dapatkan dari beberapa pelatihan motivasi, dapat dilakukan kepada siswa Brain Gym (senam otak). Paul E. Denisson, Ph.D., dari Educational Kinesiology, AS, adalah orang pertama kali mengenalkan metode terapi brain gym pada tahun 1990-an. Brain Gym memudahkan kegiatan belajar dan melakukan penyesuaian terhadap ketegangan, tantangan, dan tuntutan hidup sehari-hari.
Contoh senam otak adalah 1.Tembak kelinci: kanan menembak tangan kiri acungkan dua jari, dilakukan bergantian. 2.Satu Lima: Tangan kiri buka lima jari tangan kanan buka satu jari dilakuakan bergantian dengan irama teratur dan dipercepat 3.Cuci hidung cuci telinga: tangan kanan pegang telinga diling tangan kiri pegang hidung bergantian. 4. Es krim coklat: Tangan kanan gengam kelingking, bergantian tangan kiri dilakukan dengan irama teratur. 5.Perut kelaparan kepala kepanasan: tangan kanan mengelus perut, tangan kiri menepuk kepala dilakukan bersamaan dan bergantian.6.Tumbuk seterika: tangan kanan menumbuk tangan kiri menyeterika, dilakukan sebaliknya. 7. Sarang lebah & sarang semut: Tangan kiri melukis lingkaran tangan kanan melukis segi empat, dilakuakan bersamaan. 8. Pukul elus: Tangan kanan memukul pinggang tangan kiri menggosok pinggang’ lalu dilakukan bersamaan dan bergantian.dst.

 Kegiatan “Apersepsi” sangat penting dilakukan pada awal-awal proses pembelajaran. Setidaknya setiap mengawali pelajaran kita mengaitkan materi pelajaran sebelumnya atau mengantarkan materi yang akan dipelajari dengan dunia nyata anak, yang aktual dan segar.  Kegiatan apersepsi dalam arti luas menjadi penentu keberhasilan proses pembelajaran yang akan berlangsung. Banyak kegagalan dalam proses pembelajaran di kelas karena mengabaikan apersepsi ini. Kegiatan apersepsi pada hakekatnya membangkitkan sifat manusia sebagai pembelajaran sepanjang hayat, sebagai manusia yang memerintahkan diri sendiri, dan yang mengikuti instruksi setelah diberikan stimulus khusus secara tepat. Apersepsi juga dipahami sebagai menciptakan kondisi (zona) alfa. Yaitu kondisi paling efektif dalam proses belajar. Apersepsi dalam dilakukan melalui empat cara, yakni (1) Ice Breaking, (2) Fun Story, (3) Musik, dan (4) Brain Gym.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar