Oleh: Tofik Rochadi, S.Pd. M.Pd.
POLEMIK
lima hari sekolah saat ini sedang marak kembali. Terlebih sejak Gubernur Jateng
Ganjar Pranowo mewacanakan jam sekolah hanya dilaksanakan 5 hari dalam
seminggu. Ia melontarkan gagasan itu lantaran libur akhir pekan diyakini dapat
lebih mengintensifkan komunikasi para siswa itu dengan keluarga mereka di
rumah. (Suara Merdeka, 15/3). Dengan alasan sempitnya waktu pertemuan
antara anak dengan orang tuanya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menginginkan seluruh sekolah di Jawa Tengah
menerapkan waktu belajar selama lima hari sekolah dalam sepekan. "Saya
'kepengin' sekolah menerapkan lima hari sekolah, karena kualitas pertemuan
mereka dengan orang tua itu kecil.Setiap
orang tua harus memperhatikan kualitas pertemuan dengan anak-anaknya di luar
jam sekolah sehingga komunikasi antarkeluarga dapat berjalan baik.(KR Jogja.com,16/3)
Sebagai
bahan kajian lain bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh, pernah
menegaskan pihaknya tidak pernah menetapkan hari masuk sekolah siswa dalam Kurikulum
2013. Melainkan jam pelajaran per minggu. "Apakah sekolah itu 5 atau 6
hari, kami tidak menetapkan itu. Saya sampaikan Kemendikbud tidak pernah buat
kebijakan harus 6 hari," tegas Nuh usai Upacara HUT Kemerdekaan ke-69 RI
di halaman kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Minggu (17/8/2014). Liputan6.com,
Jakarta.
DPD
mendukung pelaksanaan lima hari sekolah. "Waktu sekolah lima hari akan
membantu siswa, guru, dan manajemen sekolah meningkatkan efektivitas kegiatan
belajar dan mengajar. Waktu sekolah 5 hari penting diterapkan agar dapat
memberikan waktu luang satu hari bagi siswa didik untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang mandiri. Waktu istirahat juga mempunyai arti penting
bagi anak didik, baik dalam rangka memperoleh kembali semangat belajar,
mempererat ikatan antar anggota keluarga, melaksanakan fungsi sosial maupun
mengembangkan diri di luar sekolah (Sorot.news, 13 /3/2014)
Kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah mendukung penuh wacana penerapan waktu belajar selama lima
hari sekolah dalam sepekan, namun dengan beberapa catatan. “Wacana lima hari sekolah itu harus melalui kajian mendalam karena
melibatkan berbagai pihak guna mengetahui kekurangan dan kelebihan,” kata Ketua
DPRD Jateng Rukma Setiabudi di Semarang seperti dikutip Antara, Senin
(16/3/2015). Menurut
dia, kegiatan belajar mengajar para siswa di sekolah dapat dipadatkan mulai
pagi hingga sore hari terkait dengan penerapan program lima hari sekolah. “Prosesnya akan sama dengan penerapan jam kerja PNS yang dulu kerjanya
enam hari, sekarang jadi lima hari karena ada pemadatan kegiatan belajar
mengajar,” ujarnya. (Kanalsemarang.com, Semarang). Jika penerapan program lima hari sekolah itu bisa memberikan manfaat pada
bidang pendidikan di Jateng, kata dia, maka harus dilaksanakan dengan
sistematis agar hasilnya dapat optimal.
Terkait
dengan hal itu, Dinas Pendidikan Jateng menyatakan akan segera mengkajinya
bersama para pelaku pendidikan dan pemangku kebijakan. Setelah dilakukan
berbagai kesempatan diskusi ternyata hasilnya sangat beragam. Ada beberapa
kelebihan dan kekurangan pemberlakuan lima hari sekolah. Kajian inilah yang
mestinya menjadi pertimbangan:
Analisis Kebijakan
Normatif-Regulatif
Menakar
perlukah penetapan program lima hari sekolah hendaknya mempertimbangkan beban belajar
sesuai Permendiknas No 22, 23 dan 24 tahun 2006. Nomor 22/2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Kurikulum 2006, beban belajar 34 jam per minggu (Wajib 30 + 4
Mulok). Senin s.d Kamis (07.00 –
12.20) Jumat (07.00
– 10.45), Sabtu (07.00 - 11.10). Catatan
Kelas I-III :26 s.d 28 Jam. Kelas IV-VI = 32 jam. Istirahat 15 menit. Per jam 35 menit / 8 Mapel + Mulok (Permendikbud
Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI). Kurikulum 2013: 36 jam perminggu (Wajib 34 + 2 Mulok) Senin – Kamis(07.00 – 12.20) Jumat (07.00 – 09.35) Sabtu (07.00
- 10.40). catatan: Per SD/MI = 35 menit / Tematik. Istirahat 15
menit. Kelas I dan
II = 30 dan 32 jam, Kelas III = 34 jam, Kelas IV-VI = 36 .
Beban belajar Sekolah Menengah Pertama / MTs, sesuai Permendiknas 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Pendidikan Dasar dan
Menengah. Kurikulum 2006: 36 jam per minggu (Wajib 32 + 4 Mulok), Senin s.d
Kamis (07.00 – 12.20) Jumat (07.00 – 10.45), Sabtu (07.00 -10.00). Catatan:
Perjam 40 menit, Istirahat 2 kali 15 menit, jumlah Mapel 12. Kurikulum 2013: 40 jam
perminggu (Wajib 38 + 2 Mulok) Senin – Kamis (07.00 –
12.20), Jumat (07.00 – 09.35), Sabtu (07.00 - 12.30). Catatan:
Perjam 40 menit Istirahat 2 kali 15 menit. Jumlah Mapel 11.
Beban
belajar SMA/MA/SMK sesuai Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Kurikulum 2006 Senin s.d Kamis (07.00 – 14.30) Jumat (07.00 – 11.30), Sabtu (07.00 - 13.30) Catatan: SMA 42 jam per minggu, SMK 48 jam perminggu Perjam 45 menit, Istirahat 2 kali 15 menit. Mapel SMA=18, Mapel SMK=13
+ Produktif .Kurikulum 2013. SMA : 46
jam perminggu, SMK : 52 jam per minggu. Senin – Kamis (07.00 – 14.30) Jumat (07.00 – 11.30) Sabtu (07.00 - 13.30) Catatan: Perjam 45 menit, Istirahat 2 kali 15 menit , Mapel SMA = 15, Mapel SMK = 13
+ Produktif .
Sedangkan Sekolah dengan ciri khusus memiliki beban
tambahan pelajaran sesuai karakteristiknya sehingga siswa dapat pulang lebih
sore (pk. 16.00).
Analisis Kebijakan Rasional-Akademik
Pencapaian ranah kognitif,
psikomotorik dan afektif secara seimbang memerlukan waktu yang cukup agar
potensi kecerdasan siswa berkembang (intelektual, emosional, spiritual, sosial,
kinestetik, musik, hubungan antar personal dan interpersonal) membentuk pribadi
yang utuh.
Pengembangan diri dan pembinaan karakter
dilaksanakan melalui kurikuler, ekstrakurikuler dan ko-kurikuler yang
memerlukan waktu belajar.
Analisis Kebijakan
Sosio-Psikologis-Edukatif
Belajar harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Tingkat kejenuhan dan
kebosanan siswa, Tingkat kebugaran, konsentrasi
dan ketahanan fisik/mental. Tingkat usia dan perkembangan kemampuan belajar, Kompetensi pendidik dalam pembelajaran - SD (Guru
Kelas), SMK (Praktik), Pengawasan pemanfaatan hari
libur Sabtu untuk kegiatan positif, Pendidikan agama / mengaji di TPQ dan Madrasah Diniyah bagi masyarakat dan Tambahan uang saku siswa untuk makan siang dsb.
Analisis Kebijakan
Administratif
Beberapa hal administratif yang harus dipertimbangkan adalah: Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014, pengelolaan SD dan SMP berada di kabupaten/kota. Kewenangan provinsi pada SMA, SMK dan Pendidikan
Khusus. MI, MTs, MA kewenangan
Kementerian Agama.
Analisis Pandangan Publik
Inovasi pendidikan berkembang dalam rangka meningkatkan efektivitas dan
efisiensi penggunaan waktu sekolah.
Model sekolah lima hari telah dipraktekan di BPK Penabur Jakarta, dari “ Inovasi Divusi” diperoleh kesimpulan
bahwa: Perubahan dari program sekolah enam hari dalam seminggu menjadi Model
Program Sekolah Lima hari (PS5H) :1. Beban belajar di sekolah akan bertambah
bagi siswa dan akan menimbulkan penafsiran sosial yang berbeda-beda dalam hal
ini perlu adanya komunikasi sosial agar memperoleh kesepakatan yang efektif, 2.
Kegiatan belajar di luar jam sekolah semakin berkurang untuk siswa sehingga
lebih terfokus dalam peningkatan belajar, 3. Kegiatan
ekstrakurikuler perlu penataan ulang jadwal, 4. Jam
belajar siswa di sekolah dapat ditambahkan atau tetap sesuai dengan target
menuju penguasaan pelajaran, 5. Pemanfaatan hari Sabtu menjadi bahan diskusi para
guru dan staff, 5. Fasilitas penunjang kegiatan belajar ekstra perlu
disiapkan, 6. Fasilitas belajar mengajar dan laboratorium harus digunakan jadwal
yang seefisien mungkin dan terkoordinir , 7. Kurikulum dan metode pengajaran
yang diaplikasikan merupakan strategi untuk mencapai hasil yang maksimal, 7. Manajemen (Penataan manajemen sekolah perlu
dilakukan selaras dengan penerapan PS5H, khususnya yang berkaitan dengan
pengaturan jadwal kegiatansekolah.
Sejauh
mana siswa, orang tua dan guru membutuhkan/menginginkan program sekolah 5 hari
? Alasan yang dikemukakan untuk hal ini adalah: 1. supaya Sabtu dapat belajar di rumah, 2. supaya Sabtu dapat beristirahat, 3. supaya Sabtu dapat berekreasi, 4. hari Sabtu banyak tawuran pelajar, 5. hari Sabtu untuk mengevaluasi pelajaran, 6. supaya punya lebih banyak waktu bersama keluarga, 7. supaya bisa melakukan kegiatan lain, 8. tercapainya keseimbangan intelektual, emosi, dan
rohani, 9. hari Sabtu untuk les tambahan, 10. supaya hari Sabtu orang tua bisa bangun lebih siang.
Sebagian
responden yang tidak setuju sekolah dari Senin sampai Jumat berpendapat: 1. siswa
terlalu diforsir belajar, 2. kalau libur tidak belajar, 3. mata pelajaran sudah
cukup padat, 4. orang tua sibuk pada hari Sabtu sehingga siswa tidak
terkontrol, 5. belajar siang hari tidak efektif, 6. tidak menghendaki siswa
pulang terlalu sore/siang.
Perkembangan
berikutnya dari hasil Dialog Umum di Bakorwil III Purwokerto (26/3), tidak
kurang 50 orang tua, praktisi pendidikan dan pejabat Dinas Pendidikan hampir
semua sepakat menolak Program Sekolah Lima Hari (PS5H). Saya sependapat dengan
alasan mereka. Apalagi selama ini sebagian besar guru setiap hari
pulangnya hingga sore, yakni pukul 16.00, bagi kalangan guru mungkin tidak begitu
menjadi masalah, yang dipikirkan adalah dampak bagi siswanya. Artinya 6 hari
sekolah saja sudah butuh waktu sampai sore apalagi dipadatkan 5 hari sekolah.
Bila
diberlakukan lima hari sekolah, bagaimana dengan kelanjutan kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah. Lalu kapan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikulernya?
Bisa jadi hari Sabtu terpaksa untuk kegiatan ektrakurikuler. Masalah akan
timbul siapkah sekolah menyelenggarakan semua kegiatan ekstrakurikuler dalam sehari?
Kesediaan pembina, keterbatasan sarana, pembagian waktu apalagi jika siswanya
lebih dari 900 siswa, tentu tidak akan efektif. Artinya lima hari sekolah kenyataanya
hari keenamnya tidak merupakan hari libur justru terforsir. Sedangkan jika
ektrakurikuler ditebar pada setiap hari akan menghilangkan kejenuhan, merupakan
variasi—pagi hari belajar di kelas, sore kegiatan di luar kelas sehingga ada
kegembiraan tersendiri.
Kita
yakin bahwa belum tentu jika hari Sabtu libur agar orang tua, terutama yang
berstatus PNS memiliki waktu cukup di rumah untuk bisa berdialog dan memberikan
perhatian kepada anaknya. Apalagi di sebagian besar sekolah, jumlah orang tua
siswa yang berstatus sebagai PNS kecil. Justru sebagian besar mereka bekerja
sebagai buruh, pegawai swasta, dan petani. Jadi kalau siswa liburnya Sabtu dan
Minggu, saya kira tidak terlalu memberi
efak manfaat.
Wali kota Pekalongan cukup
beralasan jika menyatakan bahwa penerapan kebijakan lima hari sekolah di
wilayahnya akan mengalami kesulitan. Karena memang saya yakin bahwa daerah
tertentu yang memiliki kearifan lokal dengan ciri khas tersendiri seperti
sekolah berbasis agama yang liburnya hari Jumat akan sulit menyesuaikan. Belum
lagi kebanyakan daerah di wilayah Jawa Tengah sebagian siswa mengikuti kegiatan
Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) atau Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) yang
berlangsung pada sore hari. Jadi bila sekolah diberlakukan lima hari, hal
tersebut akan berdampak terhadap kegiatan TPQ dan MDA. Masalahnya kapan mereka akan mengikuti kegiatan TPQ dan
MDA.
Bagaimanapun
wacana Program Sekolah Lima Hari (PS5H) merupakan
bentuk kepedulian terhadap pendidikan semata untuk mencari solusi peningkatan
kualitas pendidikan yang efektif dan efisien. Menakar seberapa untung dan
ruginya kebijakan tersebut tentu harus tetap mempertimbangkan berbagai faktor,
untuk itu perlu dikaji lebih mendalam, jangan sampai anak menjadi korban
percobaan.
Penulis adalah Tim Pengembang
Kurikulum Kab. Tegal