Selasa, 31 Desember 2013

PERKAWINAN ALA SUKU SASAK




Oleh: Tofik Rochadi

Hari Sabtu-Minggu kemarin (8-9 Juni 2013) saya jalan-jalan ke suku Sasak di Lombok. Setelah mengikuti Worksop Pengembangan Karir bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Selama empat hari, saya sempat bincang-bincang dengan Ageng yang menyambut kami dan mengantarkan berkeliling desa. Kebetulan dia baru saja  menikah dan bercerita mengenai pengalamannya “menculik” calon pengantin wanita. “Hah, menculik?”, tanya saya. Seorang laki-laki disebut sebagai laki-laki jantan ketika ia sudah bisa menculik calon pengantinnya. Lho, bukannya menculik itu tidak boleh? Dijawab, ya memang begitu budayanya.Si laki-laki yang berniat menikahi wanita harus menculik calonnya, dan harus tanpa sepengetahuan orang tua wanita. Biasanya dilakukan pada malam hari. Si wanita pun tidak boleh memberitahu orang tuanya ia pergi ke mana. Lalu si wanita dibawa ke rumah keluarga laki-laki selama tiga hari atau lebih. Setelah itu, maka pihak kepala dusun dari wilayah laki-laki akan menyelesaikan masalah ini. Dengan cara mendatangi rumah orang tua wanita untuk memberitahukan bahwa anak wanitanya diculik untuk dinikahi oleh calonnya.
Inilah cara yang kalau dalam budaya umum dikenal dengan “meminang”.Kalau keluarga wanita tidak menerima anaknya diculik karena misalnya berbeda status sosial maka pertikaian muncul. Apalagi jika si laki-laki tak mau mengembalikan wanita yang diculiknya. Tapi, menurut keterangan pertikaian tentang ini jarang terjadi. Penolakan memang sering terjadi setelah proses penculikan, tapi bisa diselesaikan dengan damai agar tidak muncul huru-hara. Kemudian, jika si keluarga wanita menerima alasan anaknya diculik untuk dinikahi, maka keluarga wanita lalu meminta sejumlah uang tebusan. Mungkin dalam bahasa umumnya mas kawin atau mahar. Si calon laki-laki (Ageng sahabat saya ini) harus mengusahakan uang tebusan yang diminta oleh orang tua si wanita. Jika tidak, maka orang tua tidak merestui anaknya menikah.Setelah memenuhi permintaan orang tua wanita maka pernikahan dilakukan. Dari suku Sasak yang beragama Islam, maka pernikahan dilakukan seperti umumnya budaya Muslim, dan jika Hindu dilakukan dengan budaya Hindu. Setelah prosesi pernikahan selesai, si pengantin pria dan wanita lalu akan diarak mengelilingi kampung untuk menunjukkan bahwa ia sudah punya pasangan. Ia sudah sukses menculik dan menikahi wanita pujaannya. Pengantin diarak mengeliling kampung, dari kampung laki-laki ke kampung istri dengan iringan musik gendang Beleq (gamelan dengan gendang khas budaya suku Sasak Lombok).
Dari proses perkawinan seperti di atas menunjukkan bahwa Pernikahan adalah kejadian, kejadian dimana perjanjian antara dua manusia terjadi. Perjanjian suci menurut Islam sangatlah berat. Karena memerlukan tanggung jawab, komitmen, dan kasih sayang. Pernikahan adalah hal normal yang dibutuhkan manusia. Dalam islam, hukum pernikahan adalah sunnah. Tapi dapat menjadi wajib, makruh, atau bahkan haram.   
Karena pernikahan adalah sebuah ikatan atau perjanjian, dijelaskan juga di suaramedia.com, bahwa pernikahan memiliki tata cara dan proses. Seperti yang dilakukan suku sasak hanyalah sebuah cara, endingnya ada Ijab dan qabul yang diucapkan untuk menandakan pernikahan yang sah dan pasangan siap untuk melangkah ke babak kehidupan baru. Pernikahan telah dituntunkan oleh Rasulullah SAW sebagai ibadah apabila dilakukan berdasarkan niat yang tulus dan ikhlas.
Uniknya orang tua suku sasak pada umumnya tidak menyaratkan uang tebusan setelah diculik dengan harga yang mahal, disesuaikan kepantasan apalagi pihak wanita sudah suka sama suka. Hal ini sesuai juga dengan tuntunan Islam melalui Rasulullah bahwa pernikahan yang paling besar barokahnya adalah yang paling murah maharnya.  Kita ketahui bahwa mempermudah urusan dalam masalah mahar merupakan perkara yang sangat dianjurkan dalam Islam. Dengan itu, seseorang menjadi lebih mudah untuk menikah, sehingga bisa mengurangi terjadinya perzinaan dan kejahatan lainnya. Rasululloh menegaskan bahwa pernikahan yang paling baik adalah yang paling mudah maharnya:
“Sebaik-baik pernikahan adalah yang paling murah (maharnya)” Hadits Abu Daud dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih Jami’.
Sahabat baru saya usai mengantar saya ke mushola juga curhat bahwa sebenarnya ia belum siap menikah karena alasan ekonomi. Saya tanya pendidikan dia, katanya hanya lulus SMA, sayapun mengapresiasi bagus sudah cukup untuk menjadi guide bagi turis yang ingin mengetahui kehidupan suku Sasak di Lombok. Sayapun ingat pendapat Mario Teguh tentang hal ini.
Lebih banyak orang sukses setelah menikah, daripada yang menunda menikah karena alasan ekonomi. Perhatikanlah berapa banyak orang yang ekonominya tak kunjung membaik selama mereka menunda pernikahan, karena mereka berharap kepada uang dan bukan kepada Tuhan.Apakah mereka mencurigai harapan Tuhan agar kita menikah - akan memiskinkan mereka?Atau apakah mereka sedang membodohkan diri dengan rencana pesta pernikahan yang mahal – untuk memasuki kehidupan pernikahan yang miskin dan banyak hutang? Di dalam pernikahan yang damai dan penuh kasih Tuhan melancarkan rezeki bagi umatNya yang patuh, rajin, dan jujur. Menikahlah karena cintamu kepada Tuhan dan kekasihmu, dan janganlah kau tunda karena dugaan burukmu terhadap kemurahan Tuhanmu.Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, dan dengannya pasanganmu yang sebaik dirimu telah ada. Ikhlaskanlah dirimu kepada Tuhanmu, dan hiduplah dalam kedamaian dan kesejahteraan. Mario Teguh – Loving you all as always. Bahkan Mario Teguh menambahkan “Cintailah kekasihmu sepenuh hati, jangan sepenuh jiwa. Supaya kalau engkau putus, engkau hanya sakit hati, dan tidak sakit jiwa”.*

Catatan: Di Sela Perjalanan Dinas ke Lombok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar